BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Demokrasi
adalah sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah segara
tersebut. Salah satu pilar demokrrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik
negara (eksekutif, yudikatif, legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga
jenis lembaga negara yang saling lepas dan berada dalam peringkat yang
sejajar satu sama lain.
Kesejajaran
ketiga jenis lembaga negara inidiperlukan agar bisa saling mengawasi
dan saling mengontrol. Ketiga jenis lembaga tersebut adalah lembaga
pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan
kewenangan eksekutif, lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan
kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat memiliki kewenangan
menjalankan kekuasaan legislatif. Dibawah
sistem ini keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat ata5u oleh wakil
yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat dan yang
memilihnya melalui proses pemilihan umum legoslatif.
Dari latar belakang diatas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
- Apa arti istilah dan sejarah demokrasi?
- Bagaimana alasan pelaksanaan demokrasi di masyarakat?
- Apa contoh tindakan yang menentang demokrasi?
- Bagaimana demokrasi di Indonesia?
- Bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan tetapi juga untuk
memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca mengenai arti
istilah dan sejarah demokrasi, contoh tindakan yang menentang demokrasi,
dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti Istilah dan Sejarah Demokrasi
Istilah
“demokrasi” berasal dari yunani kuno yang diutarakan di Athena Kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal
dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern.
Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan
definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata
“demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos /cratein yang berarti pemerintahan. Sehingga dapat diartikan
sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep
demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu
politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut
sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu
negara dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus
digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip
semacam ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika
fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang
begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil
dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan
pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian
pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya
kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran
untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa memperdulikan
aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya,
setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi
harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntibilitas dari setiap
lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya
secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
2.2 Alasan Pelaksanaan Demokrasi di Masyarakat
Demokrasi
adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya
pengelolaan kekuasaan secara beradab. Demokrasi pada dasarnya adalah
aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis
warga mempunyai hak, kesempatan, dan suara yang sama di dalam mengatus
pemerintahan di dunia publik. Demokrasi adalah keputusan berdasarkan
suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan
pembentukan negara demokratis yang berwatak anti-feodolisme dan
anti-imperialisme, dengan tujuan untuk membentuk masyarakat madani.
Masyarakat madani merupakan suatu bentuk hubungan negara dan warga
masyarakat (sejumlah kelompok sosial) yang dikembangkan atas dasar
toleransi dan menghargai satu sama lainnya. Landasan demokrasi adalah
keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti
juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk
mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia ingini. Maka dari itu
terbentuklah otonomi daerah.
Otonomi
daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang
diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan
daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
2.3 Contoh Tindakan yang Menentang Demokrasi
Salah
satu contoh tindakan yang menentang demokrasi di Indonesia adalah
korupsi. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi
di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum. Korupsi di
pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan
masyarakat. Korupsi bisa menyebabkan sulitnya legitimasi pemerintahan
dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Contoh
lain tindakan yang menentang demokrasi adalah pemidanaan salah satu
jurnalis Ambon, Juhry Samanery yang dikeroyok oleh pegawai PN Ambon
karena meliput persidangan mantan wakil bupati Maluku Tenggara Barat,
Lukas Uwuratuw dalam kasus korupsi. Padahal proses persidangan
dinyatakan terbuka namun pada saat pengadilan berlangsung, para pekerja
media dihalang-halangi masuk oleh pegawai PN. Sehingga terjadi
perdebatan yang berakhir pemukulan. Pemidanaan juhry bukan sekedar
tindakan melawan hukum, lebih dari itu hal tersebut merupakan tindakan
menentang hak masyarakat atas kebebasan informasi, dan dengan demikian
melawan demokrasi.
2.4 Demokrasi di Indonesia
Demokrasi
di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan dibebaskan menyelenggarakan kebebasan pers,
kebebasan masyarakat dalam berkeyakinan, berbicara, berkumpul,
mengeluarkan pendapat, mengkritik bahkan mengawasi jalannya
pemerintahan. Tapi bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini sudah
berjalan sempurna. Masih banyak persoalan yang muncul terhadap
pemerintah yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga
negaranya. Seperti meningkatnya angka pengangguran, bertambahnya
kemacetan di jalan, semakin parahnya banjir, dan masalah korupsi.
Dalam
kehidupan berpolitik di setiap negara yang kerap selalu menikmati
kebebasan berpolitik namun tidak semua kebebasan berpolitik berjalan
sesuai dengan yang diinginkan, karena pada hakikatnya semua sistem
politik mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Demokrasi
adalah sebuah proses yang terus menerus merupakan gagasan dinamis yang
terkait erat dengan perubahan. Jika suatu negara mampu menerapkan
kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan dengan sempurna, maka negara
tersebut adalah negara yang sukses menjalankan sistem demokrasi.
Sebaliknya, jika suatu negara itu gagal menggunakan sistem pemerintahan
demokrasi, maka negara itu tidak layak disebut sebagai negara demokrasi.
Oleh karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia yang menganut
sistem pemerintahan yang demokrasi, kita sudah sepatutnya untuk terus
menjaga, memperbaiki, dan melengkapi kualitas-kualitas demokrasi yang
sudah ada. Demi tercapainya suatu kesejahteraan, tujuan dari cita-cita
demokrasi yang sesungguhnya akan mengangkat Indonesia kedalam suatu
perubahan.
2.5 Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia terbagi menjadi beberapa periode, yaitu:
- Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi (1945-1950)
Tahun
1945-1950 Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin
kembali ke Indonesia. Pada masa itu penyelenggaraan pemerintahan dan
demokrasi Indonesia belum berjalan baik. Hal itu disebabkan masih adanya
revolusi fisik. Berdasarkan pada konstitusi negara, yaitu UUD 1945,
Indonesia adalah negara demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Masa
pemerintahan tahun 1945-1950 mengindikasikan keinginan kuat dari para
pemimpin negara untuk membentuk pemerintahan demokrasi.
Pada
awalnya, pemerintahan Indonesia menunjukkan adanya sentralisasi
kekuasaan pada divi presiden sehubungan belum terbentuknya
lembaga-lembaga politik demokrasi, misalnya belum terbentuknya MPR dan
DPR. Hal ini termuat dalam pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang
berbunyi “Sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk menurut UUD ini, segala
kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah komite
nasional”.
Untuk
menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara absolut,
pemerintah melakukan serangkaian kebijakan untuk menciptakan
pemerintahan demokratis. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Maklumat Pemerintah No. X Tanggal 16 Oktober 1945 tentang Perubahan Fungsi KNIP menjadi Fungsi Parlemen.
2. Maklumat Pemerintah Tanggal 03 November 1945 mengenai pembentukan Partai Politik.
3. Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 mengenai Perubahan dari Kabinet Presidensial ke Kabinet Parlementer.
Demikian
kebijakan tersebut, terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan di
Indonesia. Sistem pemerintahan berubah menjadi sistem pemerintahan
parlementer. Cita-cita dan proses demokrasi masa itu terhambat oleh
revolusi fisik menghadapi Belanda dan pemberontakan PKI Madiun Tahun
1948. pada masa-masa kritis tersebut, kepemimpinan dwitunggal
Soekarno-Hatta berperan kembali dalam pemerintahan nasional. Pada akhir
tahun 1949, pemerintahan kembali ke sistem Presidensial.
- Pelaksanaan demokrasi pada masa orde lama
a. Masa demokrasi liberal
Masa
antara tahun 1950-1959 ditandai dengan suasana dan semangat yang
ultra-demokratis. Kabinet berubah ke sistem parlementer, sedangkan
dwitunggal Soekarno-Hatta dijadikan simbol dengan kedudukan sebagai
kepala negara. Demokrasi yang dipakai adalah demokrasi parlementer atau
demokrasi liberal. Masa demokrasi parlementer dapat dikatakan sebagai
masa kejayaan demokrasi karena hampir semua unsur-unsur demokrasi dapat
ditemukan dalam perwujudannya. Unsur-unsur tersebut meliputi peranan
yang sangat tinggi pada parlemen, akuntibilitas politis yang tinggi,
berkembangnya partai politik, pemilu yang bebas, dan terjaminnya hak
politik rakyat.
Namun
proses demokrasi masa itu telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas
politik, kelangsungan pemerintahan, dan penciptaan kesejahteraan
rakyat. Kegagalan praktik demokrasi liberal tersebut disebabkan karena:
1. Dominannya
politik aliran, artinya berbagai golongan politik dan partai politik
sangat mementingkan kelompok atau alirannya sendiri daripada
mengutamakan kepentingan bangsa.
2. Landasan sosial ekonomi rakyat yang masih rendah.
3. Tidak mempunyai para anggota konstituante bersidang dalam menetapkan dasar negara sehingga keadaan menjadi berlarut-larut.
Hal ini menjadikan Presiden Soekarno segera mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 05 Juli 1959 yang isinya:
1. Menetapkan pembubaran konstituante
2. Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali sebagai konstitusi negara dan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
b. Masa demokrasi terpimpin
Masa
antara tahun 1959-1965 adalah masa demokrasi terpimpin. Demokrasi
terpimpin berawal dari ketidaksenangan Presiden Soekarno terhadap
partai-partai politik yang dinilai lebih mengedepankan kepentingan
partai dan ideologinya masing-masing, serta kurang memperhatikan
kepentingan yang lebih luas.
Pengertian
dasar demokrasi terpimpin menurut ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat
secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif
revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Dominasi presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
3. Berkembangnya pengaruh PKI dan militer sebagai kekuatan sosial politik di Indonesia.
Demokrasi
terpimpin yang dijalankan oleh Presiden Soekarno ternyata menyimpang
dari prinsip-prinsip negara demokrasi. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut antara lain:
1. Mengaburnya sistem kepartaian dan lemahnya peranan partai politik
2. Peranan parlemen yang lemah
3. Jaminan hak-hak dasar warga negara masih lemah
4. Terjadinya sentralisasi kekuasaan pada hubungan antara pusat dan daerah
5. Terbatasnya kebebasan pers
Akhir
dari demokrasi terpimpin memuncak dengan adanya pemberontakan G30-S/PKI
pada tanggal 30 September 1965. Demokrasi terpimpin berakhir karena
kegagalan Presiden Soekarno dalam mempertahankan keseimbangan antara
kekuatan yang ada disisinya, yaitu PKI dan militer yang sama-sama
berpengaruh. Saat itu PKI ingin membentuk angkatan kelima, sedangkan
militer tidak menyetujui pembentukan tersebut. Akhir dari demokrasi
terpimpin ditandai dengan keluarnya Surat Perintah tanggal 11 Maret 1966
dari Presiden Soekarno kepada Jendral Soeharto untuk mengatasi keadaan.
- Pelaksanaan demokrasi pada masa orde baru
Masa
orde baru dimulai tahun 1966. Pemerintahan Orde Baru mengawali jalannya
pemerintahan dengan tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Orde Baru menganggap bahwa penyimpangan terhadap
Pancasila dan UUD 1945 adalah sebab utama kegagalan dari pemerintahan
sebelumnya. Orde Baru adalah tatanan peri kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara Indonesia atas dasar pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Demokrasi yang dijalankan dinamakan
demokrasi yang didasarkan atas nilai-nilai dari sila-sila pada
pancasila.
Pemerintahan
orde baru diawali dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret sampai tahun
1968 dengan pengangkatan Jendral Soeharto sebagai Presiden RI. Orde
baru melanjutkan pembangunan demokrasi berdasarkan pada
ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. Semua lembaga negara, seperti MPR
dan DPR dibentuk. Orde baru juga berhasil menyelenggarakan pemilihan
umum secara periodik, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997. Untuk berjalannya demokrasi, pemerintah Orde Baru menyusun
mekanisme kepemimpinan nasional lima tahun yang merupakan serangkaian
garis besar kegiatan kenegaraan yang dirancang secara periodik selama
masa lima tahun.
Dengan
berjalannya mekanisme kepemimpinan nasional lima tahun, pemerintahan
orde baru berhasil menciptakan stabilitas politik dan menyelenggarakan
pembangunan nasional yang dimulai dengan adanya pembangunan lima tahun
(Pelita), yaitu Pelita I tahun 1973-1978 sampai Pelita VI tahun
1993-1998. Keberhasilan tersabut ditandai dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi, meningkatnya tingkat pendidikan warga negara,
pembangunan infrastruktur, berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk.
Namun,
dalam perkembangan selanjutnya pemerintahan Orde Baru mengarah pada
pemerintahan yang sentralistis. Demokrasi masa Orde Baru bercirikan pada
kuatnya kekuasaan Presiden dalam menopang dan mengatur seluruh proses
politik yang terjadi. Lembaga kepresidenan telah menjadi pusat dari
seluruh proses politik dan menjadi pembentuk dan penentu agenda
nasional, mengontrol kegitan politik dan pemberi legacies bagi seluruh
lembaga pemerintah dan negara. Akibatnya, secara subtantif tidak ada
perkembangan demokrasi justru penurunan derajat demokrasi. Sejumlah
indikator yang menyebabkan demokrasi tidak terjadi pada masa Orde Baru
yaitu:
1. Rotasi kekuasan eksekutif hamper dapat dikatakan tidak ada.
2. Rekvutmen politik yang tertutup
3. Pemilu yang jauh dari semangat Demokrasi
4. Pengakuan terhadap hak-hak dasar yang terbatas.
Orde
Baru sesungguhnya telah mampu membangun stabilitas pemerintahan dan
kemajuan ekonomi. Namun, makin lama jauh dari semangat demokrasi dan
kontrol rakyat. Akibatnya, pemerintahan menjadi korup, sewenang-wenang,
dan akhirnya jatuh. Sebab-sebab kejatuhan Orde Baru adalah:
1. Hancurnya ekonomi nasional (krisis ekonomi)
2. Terjadinya krisis politik
3. Tidak bersatunya lagi pilar-pilar pendukung Orde Baru (Menteri dan TNI)
4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya.
Dengan
demikian, maka berakhirlah pemerintaha masa Orde Baru dengan
diumumkannya pengunduran diri Presiden Soeharto dari kekuasaannya pada
tanggal 21 Mei 1998.
- Pelaksanaan demokrasi pada masa reformasi (1998-sekarang)
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referendum.
3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN
4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI.
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai aman demen I, II, III
Pelaksanaan demokrasi pada masa reformasiterdiri dari beberapa periodisasi pemerintaham, antara lain:
1. B.J. Habiebie
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Habiebie pada masa pemerintahanya antara lain:
1. Membentuk kabinet reformasi pembangunan
Dibentuk pada tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari GOLKAR, PPP, PDI
2. Mengadakan reformasi pada bidang politik.
Habiebie
berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang
bebas, jujur, dan adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut
larangan berdirinya Serikat Buruh Independen
3. Kebebasan menyampaikan pendapat
Kebebasan
menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang
ada yaitu UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat
di muka umum.
4. Reformasi dalam bidang hukum
Target
reformasinya yaitu subtansi hukum, aparator penegak hukum, yang bersih
dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen.
5. Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Keanggotaan ABRI dalam DPR/ MPR dikurangi bahkan pada akhirnya ditiadakan.
6. Mengadakan sidang istimewa pada tanggal 10-13 November 1998 oleh MPR
7. Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, umum, bersih) dan JURDIL (jujur dan adil)
2. Abdurrahman Wahid
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh Abdurrahman Wahid antara lain:
1. Meneruskan
kehidupan demokrasi seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan
kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan
beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya Tionghoa)
2. Merestrukturisasi
lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggapnya
tidak efisien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk
mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi
Nasional).
3. Ingin
memanfaatkan jabatan sebagai Panglima tertinggi dalam militer dengan
mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gusdur.
3. Megawati Soekarno Putri
Kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya antara lain:
1. Meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan.
2. Membangun
tatanan politik yang baru, diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang
pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden.
3. Menjaga keutuhan NKRI, setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso
4. Melanjutkan
amandemen UU 1945, keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan
penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena
itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah.
4. Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh SBY antara lain:
1. Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN
2. Konversi minyak tanah ke gas
3. Pembayaran utang secara bertahap kepada PBB
4. Buy-back saham BUMN
5. Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil
6. Subsidi BBM
7. Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia
8. Meningkatkan sektor pariwisata “Visit Indonesia 2008”
9. Pemberian bibit unggul pada petani
10. Pemberantasan korupsi melalui dengan dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah
“demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena Kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal
dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern.
Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu dan
definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem “demokrasi” dibanyak negara.
Kata
“demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan
sebagai pemerintahan rakyat atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi
menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini
menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara.
Negara
Indonesia menunjukkan sebuah Negara yang sukses menuju demokrasi
sebagai bukti yang nyata, dalam pemilihan langsung presiden dan wakil
presiden. Selain itu bebas menyelenggarakan kebebasan pers. Semua warga
negara bebas berbicara, mengeluarkan pendapat, mengkritik bahkan
mengawasi jalannya pemerintahan. Demokrasi memberikan kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat bahkan dalam memilih salah satu keyakinanpun
dibebaskan.
Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia yang meliputi: pada masa orde lama, orde baru,
masa reformasi yang terdiri dari: Reformasi pada masa B.J. Habiebie,
Megawati Soekarno Putri, Abdurrahman Wahid/Gusdur, hingga presiden yang
sekarang Susilo Bambang Yudhoyono.
3.2 Saran
Demokrasi
adalah sebuah proses yang terus menerus merupakan gagasan dinamis yang
terkait erat dengan perubahan. Oleh karena itu, kita sebagai warga
negara Indonesia yang menganut sistem pemerintahan demokrasi kita sudah
sepatutnya untuk terus menjaga, memperbaiki, dan melengkapi
kualitas-kualitas demokrasi yang sudah ada. Demi terbentuknya suatu
sistem demokrasi yang utuh di dalam wadah pemerintahan bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Jutmini, Sri. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Solo: Tiga Seangkai Pustaka Mandiri
Syarifudin. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Bogor: Pustaka Gemilang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar