Kamis, 28 Juni 2012

Filsafat Sokrates, Plato dan Aristoteles

SOCRATES

Socrates lahir di Athena pada tahun 470 sebelum Masehi dan meninggal pada tahun 399 SM. Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya bidan, bernama Phainarete. Pada awalnya Socrates ingin mengikuti jejak bapaknya sebagai tukang pembuat patung, namun ia berganti haluan dari membentuk batu jadi patung ia membentuk watak manusia. Socrates mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan filsafat di barat, karena Socrates merupakan filusuf pertama yang memulai filsafatnya dengan mengandalkan sepenuhnya rasio atau akal budi manusia dan meninggalkan jauh mitis yang saat itu mulai ditinggalkan oleh bangsa Yunani.
Menurut beberapa sumber yang dapat dipercaya diperoleh informasi bahwa Socrates adalah murid dari Arkhelaos yaitu seorang filusuf pengganti Anaxagoras, dan ia juga membaca karya-karya Anaxagoras karena ia tertarik pada ajaran nus yang nantinya ia juga kecewa akan isi ajarannya. Dari filusuf-filusuf alam ini ia kemudian berbalik mencari jalan filsafatnya sendiri.

Socrates adalah seorang yang bertubuh kuat namun berwajah buruk bahkan dicoba digambarkan keburukan wajah Socrates yang disamakan dengan Satyros yang dalam mitologi Yunani adalah mahluk yang setengah berupa hewan dan setengah berupa manusia, namun disatu sisi digambarkan juga kekuatan fisiknya dimana Socrates selalu memakai mantel yang sama disaat musim dingin dan panas, dan ia selalu bertelanjang kaki, Socrates tahu bagaimana cara mengendalikan dirinya sehingga ia luput dari segala kebutuhan insani. Kata sofis Antiphon tentang cara hidup Socrates, “ Seorang budak yang dipaksa untuk hidup begitu, pasti akan melarikan diri”. karena kekuatan fisik itulah tidak mengherankan apabila ia bisa bergabung dalam kemiliteran dan masuk dalam Hoplites, yaitu suatu bentuk pasukan infanteri, dan pada masa itu persenjataan yang merawat adalah tentara itu sendiri sehingga yang menjadi tentara adalah mereka-mereka yang mampu saja. Dengan menjadi tentara inilah Socrates sempat 3 kali meninggalkan kota Athena untuk berperang, dan menurut beberapa sumber memang hanya 3 kali inilah Socrates meninggalkan Athena.
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malah tidak mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Baginya filosofi bukan hanya isi, bukan hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak mengajarkannya. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir. Socrates tidak menuliskan filosofinya, maka sulit sekali mengetahui dengan kesahihan ajarannya. Ajarannya itu hanya dikenal dari catatan-catatan murid-muridnya, terutama Xenephon dan Plato. Catatan Xenephon kurang kebenarannya, karena ia sendiri bukan seorang filosof. Untuk mengetahui ajaran Socrates, orang banyak bersandar kepada Plato. Plato selalu menggunakan nama gurunya itu sebagai tokoh utama karyanya sehingga sangat sulit memisahkan mana gagasan Socrates yang sesungguhnya dan mana gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Sorates. Nama Plato sendiri hanya muncul tiga kali dalam karya-karyanya sendiri yaitu dua kali dalam Apologi dan sekali dalam Phaedrus.

Tujuan filosofi Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya. Pendapatnya berbeda dengan guru-guru sofis yang mengajarkan bahwa semuanya relatif dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang skeptis. Socrates berpendapat, bahwa kebenaran itu tetap dan harus dicari. berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan berkelilingi mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan.

Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan (maieutik). Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.

Socrates mengajarkan murid-muridnya bagaimana mereka harus berpikir kritis dan demokrasi. Cara Socrates mengajar sangatlah unik. Jika filosof-filosof lain mengajar dengan cara menggurui atau dengan kata lain menceramahi, maka Socrates menggunakan caranya sendiri yaitu dengan bertanya terus menerus. Misalnya, saat berjalan-jalan di pasar Agra di Athena, Socrates bertemu dengan seorang pedagang, lalu dia bertanya “mengapa kamu bisa menjadi kaya sedangkan orang lain tidak?”, atau saat berjalan-jalan dipasar itu dia bertemu dengan seorang panglima perang dan dia bertanya “mengapa kamu menggunakan taktik seperti itu, bukan seperti ini?”. Perlu diketahui bahwa pada masa Socrates penduduk kota Athena hanya berjumlah 150.000 orang dan pasarnya juga hanya satu. Jadi, setiap orang berkumpulnya di pasar. Mulai dari kaisar, jendral, hakim dan sebagainya.

Banyak orang yang menganggap Socrates adalah orang yang menyebalkan, karena dia bertanya terus menerus pada setiap orang. Tentu saja jika ditanya tentang ‘apa yang kau makan hari ini” semua orang bisa menjawab, tapi dengan pertanyaan-pertanyaan diatas, belum tentu semua orang senang untuk menjawabnya. Dan karena itulah Socrates dikenal sebagai first class pain atau si trouble maker. Seorang yang sangat-sangat menyebalkan. Menurut Socrates memang ada 2 jenis manusia, manusia yang bertanya terus menerus untuk menjadi pembuat keonaran, ataupun manusia yang bertanya terus menerus untuk mendapatkan kebenaran yang sejati. Socrates memang ingin mendapatkan kebenaran sejati itu.

Oleh karena Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya-jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi. Kedua-duanya itu bersangkut-paut. Induksi menjadi dasar definisi.

Induksi yang menjadi metode Socrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai dengan contoh dan persamaan, dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi. Pengertian yang diperoleh itu diujikan kepada beberapa keadaan atau kejadian yang nyata. Apabila dalam pasangan itu pengertian tidak mencukupi, maka dari ujian itu pengertian dicari perbaikan definisi. Definisi yang tercapai dengan cara begitu diuji pula sekali lagi untuk mencapai perbaikan yang lebih sempurna. Demikianlah seterusnya. Begitulah cara Socrates mencapai pengertian. Dengan melalui induksi sampai kepada definisi. Definisi yaitu pembentukan pengertian yang umum lakunya. Induksi dan definisi menuju pengetahuan yang berdasarkan pengertian.
Budi ialah tahu, kata Socrates. Inilah inti sari daripada etiknya. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Paham etiknya itu kelanjutan dari metodenya. Induksi dan definisi menuju kepada pengetahuan yang berdasarkan pengertian. Dari mengetahui beserta keinsafan moral, mesti menimbulkan budi. Apabila budi adalah tahu, maka tak ada orang yang sengaja, atas maunya sendiri, berbuat jahat. Kedua-duanya, budi dan tahu, bersangkut-paut. Apabila budi adalah tahu, berdasarkan timbangan yang benar, maka kejahatan hanya datang dari orang yang tidak mengetahui, orang yang tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar. Untuk itu perlulah orang pandai menguasai diri dalam segala keadaan. Dalam suka maupun duka. Dan apa yang pada hakekatnya baik, adalah juga baik bagi kita sendiri. Jadinya, menuju kebaikan adalah jalan yang sebaik-baiknya untuk mencapai kesenangan hidup. Kesenangan hidup tidak pernah dipersoalkan oleh Socrates, sehingga murid-muridnya kemudian memberikan pendapat mereka sendiri-sendiri tentang kesenangan hidup.

Pada usia 70 tahun ia diajukan ke sidang karena dianggap membahayakan penduduk Athena. Ia dituduh tidak percaya pada allah-allah yang diakui oleh polis dan mengintrodusir praktek-praktek religius baru, ia juga bersalah karena ia mempunyai pengaruh yang kurang baik atau kaum muda. Dan akhirnya Socrates meninggal karena ia dihukum mati dengan meminum secawan racun, demi mempertahankan pendiriannya yang tidak ingin meninggalkan Athena seperti yang dilakukan kaum sofis.


PLATO

Plato lahir pada tahun 428 SM dari keluarga terkemuka di Athena, ayahnya bernama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Ketika bapaknya meninggal ibunya menikah lagi dengan adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes yang tidak lain adalah seorang politikus, dan Plato banyak terpengaruh dengan kehadiran pamannya ini. Karena sejak kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul dengan para politikus Athena. Selain para politikus ia juga banyak dipengaruhi oleh Kratylos, seorang filusuf yang meneruskan ajaran Herakleitos yang mempunyai pendapat bahwa dunia ini terus berubah. Dari pergaulan dengan para politikus, Plato akhirnya menelurkan sebuah pemikiran bahwa pemimpin suatu negara haruslah seorang filusuf, hal ini dilontarkan karena kekecewaannnya atas kepemimpinan para politikus yang ada pada saat itu, terutama yang berkaitan dengan kematian gurunya, yaitu Socrates, di persidangan yang berakhir pada kematian gurunya tersebut.

Pada perkembangan selanjutnya Plato mendirikan Akademia sebagai pusat penyelidikan ilmiah dan di sekolah ini ia berusaha merealisasikan cita-citanya yaitu menjadikan filsuf-filsuf yang siap menjadi pemimpin negara, dan akademia inilah awal dari munculnya universitas-universitas saat ini karena lebih menekankan pada kajian ilmiah bukan sekedar reotrika. Ia terus mengepalai dan mengajar di akademia ini hingga akhir hayatnya. Dalam menelurkan karya-karya fisafatnya Plato menggunakan metode dialog, karena ia percaya filsafat akan lebih baik dan teruji jika dilakukan melalui dialog dan banyak dari karya-karyanya disampaikan secara lisan di akademia-nya. Di satu sisi ia masih mempercayai beberap mitos yang digunakan olehnya untuk mengemukakan dugaan-dugaan mengenai hal-hal duniawi. Ia banyak dipengaruhi oleh gurunya, Socrates dalam pemikirannya.

Ide merupakan inti dasar dari seluruh filasaft yang diajarkan oleh Plato. Ia beranggapan bahwa idea merupakan suatu yang objektif, adanya idea terlepas dari subjek yang berfikir. Ide tidak diciptakan oleh pemikiran individu, tetapi sebaliknya pemikiran itu tergantung dari ide-ide. Ia memberikan beberapa contoh seperti segitiga yang digambarkan di papan tulis dalam berbagai bentuk itu merupakan gambaran yang merupakan tiruan tak sempurna dari ide tentang segitiga. Maksudnya adalah berbagai macam segitiga itu mempunyai satu idea tentang segitiga yang mewakili semua segitiga yang ada. Dalam menerangkan idea ini Plato menerangkan dengan teori dua dunianya, yaitu dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan pancaindera, sifat dari dunia ini tidak tetap terus berubah, dan tidak ada suatu kesempurnaan. Dunia lainnya adalah dunia idea, dan dunia idea ini semua serba tetap, sifatnya abadi dan tentunya serba sempurna.

Idea mendasari dan menyebabkan benda-benda jasmani. Hubungan antara idea dan realitas jasmani bersifat demikian rupa sehingga benda-benda jasmani tidak bisa berada tanpa pendasaran oleh idea-idea itu. Hubungan antara idea dan realitas jasmani ini melalui 3 cara:
1. Ide hadir dalam benda-benda konkrit.
2. Benda konkrit mengambil bagian dalam ide, disini Plato memperkenalkan partisipasi dalam filsafat.
3. Ide merupakan model atau contoh bagi benda-benda konkrit. Benda-benda konkrit itu merupakan gambaran tak sempurna yang menyerupai model tersebut.
Plato menganggap bahwa jiwa merupakan pusat atau intisari kepribadian manusia, dan pandangannya ini dipengaruhi oleh Socrates, Orfisme dan mazhab Pythagorean. Salah satu argumen yang penting ialah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan idea-idea, dengan itu ia menuruti prinsip-prinsip yang mempunyai peranan besar dalam filsafat. Jiwa memang mengenal ide-ide, maka atas dasar prinsip tadi disimpulkan bahwa jiwapun mempunyai sifat-sifat yang sama dengan ide-ide, jadi sifatnya abadi dan tidak berubah.

Plato mengatakan bahwa dengan kita mengenal sesuatu benda atau apa yang ada di dunia ini sebenarnya hanyalah proses pengingatan sebab menurutnya setiap manusia sudah mempunyai pengetahuan yang dibawanya pada waktu berada di dunia ide, dan ketika manusia masuk ke dalam dunia realitas jasmani pengetahuan yang sudah ada itu hanya tinggal diingatkan saja, maka Plato menganggap juga seorang guru adalah mengingatkan muridnya tentang pengetahuan yang sebetulnya sudah lama mereka miliki.

Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau negara. Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.

Dalam menghadapi hal ini maka di setiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang harus dididik khusus. Mereka harus mempelajari, senam yang lebih umum dan keras dan sebaiknya dilakukan pada usia 18 sampai 20 tahun. Dari sini diseleksi lagi untuk dijadikan calon pemimpin politik, dan untuk membentuk pemimpin in mereka harus belajar filsafat hingga usia 30 tahun, tujuan belajar filsafat ini untuk melatih mereka dalam mencari kebenaran. Dari sini diseleksi lagi dan mereka yang lulus seleksi akan mempelajari filsafat dan dialektika secara lebih intensif selama 5 tahun. Dan jika dalam pendidikan ini berhasil maka selama 15 tahun ia menduduki beberapa jabatan negara yang tujuannya agar mereka tahu pekerjaan-pekerjaan negara. Dan pada usia 50 tahun baru mereka siap menjadi seorang pemimpin.

Ada tiga golongan dalam negara yang baik, yaitu pertama, Golongan Penjaga yang tidak lain adalah para filusuf yang sudah mengetahui “yang baik” dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua, Pembantu atau Prajurit. Ketiga, Golongan pekerja atau petani yang menanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis.

Plato tidak begitu mementingkan adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disama-ratakan itu semua tergantung masyarakat yang ada di polis tersebut. Adapun negara yang diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi dengan monarkhi, karena jika hanya monarkhi maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak kebebasan, sehingga perlu diadakan penggabungan, dan negara ini berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini dimaksudkan menghindari nasib yang terjadi di Athena.

Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini. Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.

ARISTOTELES

Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia Tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun, Aristoteles bergabung menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM.

Hasil karyanya banyak sekali. Akan tetapi sulit menyusun karyanya itu secara sistematis. Berbeda-beda cara orang membagi-bagiannya, ada yang membaginya menjadi 8 bagian, yang mencakup masalah logika (enam makalah, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting), metafisika, etika, politik, psikologi, biologi, ekonomi dan filsafat alam dan akhirnya retorika dan poetika. Filsafat Aristoteles berkembang pada waktu ia memimpin Lyceum. Ada juga orang yang menguraikan perkembangan pemikiran Aristoteles melipti 3 tahap, yaitu:
1. Tahap di Akademi, ketika ia masih setia kepada gurunya Plato, termasuk ajaran Plato tentang ide.
2. Tahap ia di Assos, ketika ia berbalik dari Plato, mengeritik ajaran Plato tentang ide-ide serta menentukan filsafatnya sendiri
3. Tahap ketika ia di sekolahnya di Athena, waktu ia berbalik dari spekulasi ke penyelidikan empiris, mengindahkan yang kongkrit dan yang individual.
Plato menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, sedangkan Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Selanjutnya ia menyatakan bahwa bentuk materi yang sempurna, murni atau bentuk akhir, adalah apa yang dinyatakannya sebagai theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan.

Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Berpikir dilaksanakan dengan perantaraan pengertian-pengertian (meja, kursi, perkakas rumah, dll). Menurut Aristoteles, tiap pengertian berpautan dengan benda tertentu, oleh sebab itu, tiap pengetahuan adalah suatu penggambaran kenyataan. Segala pengertian dapat dihubungkan yang satu dengan yang lain menurut tertibnya dan dapat disusun menurut sifat-sifat yang umum. Penggolongan menurut sifatnya yang umum ini dapat diperluas lagi hingga sampai kepada kelompok pengertian yang tidak dapat diturunkan dari kelompok yang lebih tinggi lagi, sampai kepada kelompok pengertian yang telah mencakup apa saja yang dapat dikatakan tentang sesuatu. Kelompok paling umum ini disebut kategori. Ada 10 kategori, yaitu:
1. substansi (manusia, binatang, dll)
2. kuantitas (dua, tiga, sepuluh, dll)
3. kualitas (putih, busuk, dll)
4. relasi (rangkap, separoh, dll)
5. tempat (di pasar, di rumah)
6. waktu (kemaren, sekarang, besok, dll)
7. keadaan (duduk, berdiri, dll)
8. mempunyai 9bersepatu, bersuami, dll)
9. berbuat (mengiris, membakar, dll)
10. menderita (terbakar, terpotong-potong, dll)
Kadang ia hanya membuat kategori menjadi 8, tetapi yang paling penting adalah 4 kategori pertama.

Ajaran Aristoteles yang mengenai fisika dan merafisika tidak senantiasa dapat dibeda-bedakan dengan jelas. Sebutan "metafisika" sebenernya memang hanya suatu sebutan yang kebetulan saja. Istilah ini tidak bcrasal dari Aristoteles sendiri. melainkan dari Andronikos dari Rhodos (± 70 SM). la menyusun karya-karya Aristoteles dcngan cara demikian, bahwa karya-karya Aristoteles tentang "filsafat pertama", yang mengenali hal-hal yang bersifat gaib, ditempatkan sesudah karya-karyanya tentang fisika (meta fisika). Kala meta mempunyai arti rangkap, yaitu: sesudah dan di belakang. Judul meta fisitka ketika itu dipandang sebagai tepat sekali untuk dipakai guna mengungkapkan isi pandangan-pandangan yang mengenai "hal-hal yang di belakang gejala-gejala fisik".

Ajaran Aristoteles tentang “yang ada” didasarkan atas ajaran para filsuf pendahulunya. Plato telah memecahkan persoalan yang dihadapi Heracleitos dan Parmenides dengan memandang persoalan itu dari segi keberadaan manusia. Heracleitos dan Parmenides dihadapkan dengan pemilihan yang sulit, yaitu “apakah kenyataan itu berada di dalam ‘ada’ yang tak berubah, atau di dalam ‘gejala-gejala’ yang terus menerus berubah? Herakleitos hanya mau mengakui gerak saja dan menolak segala gagasan tentang perhentian. sedang Parmenides hanya mau mengakui perhentian saja dan menolak segala gagasan tentang gerak dan peruhahan. Plato telah mecahkan persoalan itu demikian, bahwa yang serba berubah itu memang ada dan dikenal oleh pengamatan, sedang yang tidak berubah. yaitu idea-idea, dikenal oleh akal. Jadi menurut Plalo ada dua bentuk "yang ada", yaitu bentuk yang dapat diamati, yang senantiasa berubah dan bentuk yang tidak dapat diamati, yang tidak berubah. Hubungan antara kedua bentuk "ada" itu adalah demikian, bahwa "yang tampak" adalah pengungkapan dari "yang tidak tampak”.

Aristoteles tidak setuju dengan pemecahan Plato ini. “Ada” yang olehnya disebut ousia, dalam arti yang sebenarnya hanya dimiliki oleh benda-benda yang kongkrit, artinya: yang sungguh-sungguh berada hanya benda-benda yang kongkrit (meja itu, kursi itu. rumah itu, dll, yang di­amati itu). Di luar benda-benda yang kongkrit, dan di sampingnya tiada sesualu yang berada. "Ada" yang bersifat umum. yang mengungkapkan jenis sesuatu, terdapat di dalam benda yang kongkrit dan bersama-sama dengan benda yang kongkrit itu. Dapal dikatakan, bahwa pengertian­pengertian yang umum (manusia, binatang. dll) hanya mengungkapkan apa yang dimiliki bersama oleh sekelompok benda. Pengertian umum hanya sebutan saja, bukan benda, sekalipun yang dimaksud dengan benda itu hal yang gaib, seperti yang diajarkan oleh Plato.

Inti sari ajaran Aristoteles yang mengenai fisika dan metafisika terdapat dalam ajarannya yang disebut dunamis (potensi) dan energia (aksi). Semua ajaran ini dipakai guna memecahkan soal perubahan dan gerak. "Yang ada" dalam arti yang mutlak adalah apa yang telah terwujud. “Yang tidak ada" hanya dapat menjadi "yang ada" secara mutlak, atau menjadi "yang ada" secara terwujud, jikalau melalui sesuatu, Di antara "yang tidak ada" dan "yang ada" secara mutlak itu terdapat "ada yang nyata-nyata mungkin", atau "yang ada” sebagai kemungkinan, sebagai bakat. sebagai potensi, sebagai dunamis.

Perubahan dan gerak dalam arti yang Iebih luas mencakup hal "menjadi" dan "binasa" serta segala perubahan lainnya, baik di bidang bilangan maupun di bidang mutu dan di bidang ruang. Tiap gerak sebenarnya me­wujudkan suatu perubahan dari apa yang ada sebagai potensi ke apa yang ada secara terwujud. Untuk itu diperlukan adanya suatu penggerak yang pada dirinya scndiri telah memiliki kesempurnaan, yang tidak perlu disempurnakan. Penggerak pertama, yang tidak digerakkan oJch penggerak yang lain ini tidak mungkin dibagi-bagi, tidak mungkin memiliki keluasan serta bersifat fisik. Kuasanya tak terhingga dan kekal. Penggerak pertama yang demikian itu tidak berasal dari dalam dunia, sebab di dalam jagat raya ini tiap gerak digerakkan oleh sesualu yang lain. Penggerak pertama ini adalah Allah. Ialah yang menyebabkan gerak abadi, yang sendiri tidak digerakkan, karena bebas dari materi. Allah adalah Purus, Aktus dan Murni.

Tiap gerak diandaikan adanya tujuan. Dunia ini bertujuan, perkembangannya bergantung pada tujuan itu. Tiap hal yang alamiah memiliki potensi untuk merealisasikan diri sesuai dengan tujuannya. Segala sesuatu di dalam alam raya ini bertujuan. Jagat raya laksana seorang tuan rumah yang baik, yang tidak membuang apa yang berguna. Tujuan gerak segala badan jagat raya itu bukan untuk mencapai kesempurnaan, tetapi untuk menuju kepad Penggerak yang tidak digerakkan, yang tidak berada dalam ruang yang terbatas, yang tidak bersifat badani, yang adalah bentuk aktus murni, yaitu Allah, Ialah yang menggerakkan badan jagat raya ini.

Ajaran Aristoteles tentang manusia melalui dua tahap,yaitu:
1. Tahap pertama masih dipengaruhi oleh Plato, mengajarkan tentang dualisme tubuh dan jiwa serta mengajarkan praeksistensi jiwa.
2. Kemudian meninggalkan dualisme itu. Tubuh dan jiwa dipandang sebagai dua aspek dari satu substansi, yang saling berhubungan, jika tubuh adalah materi, maka jiwa adalah bentuknya. Jiwa adalah aktus pertama yang membuat tubuh menjadi hidup. Pada waktu manusia mati, jiwanya ikut binasa, maka tiada praeksistensi jiwa dan tidak ada jiwa yang tidak dapat mati.

Ajaran Aristoteles tentang negara berhubungan erat dengan etika. Dapat dikatakan, bahwa ajarannya tentang negara mewujudkan lanjutan dan penyelesaian ajarannya tentang etika. Manusia adalah zoon politikon, makhluk sosial, makhluk hidup yang membentuk masyarakat. Demi keberadaannya dan demi penyempurnaan dirinya diperlukan persekutuan dengan orang lain. Untuk keperluan itu dibutuhkan negara. Negara bertujuan untuk memungkinkan hidup dengan baik, seperti halnya dengan segala lembaga yang lain.

Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarkhi. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.

Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut karena dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru.
Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas pada abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 - 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 - 1198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.


*)dikutip dari berbagai sumber, seperti: wikipedia, blog, dan website pendidkan, terutama dari tulisan Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar