Jumat, 29 Juni 2012

Filsafat sebagai Ilmu Pengetahuan

BAB I
PENDAHULUAN
 A.   Latar Belakang
Falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab. yang juga diambil dan bahasa Yunani; philosophia. Kala ini berasal dan dua kata Philo dan Sophia. Philo = lImu atau cinta dan Sophia = kebijaksanaan. Sehingga arti harfiahnya adalah ilmu tentang kebijaksanaan ataupun seseorang yang cinta kebijakan.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. (Irmayanti Meliono, dkk. 2007. MPKT Modul l .Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI. hal. 1). Terlepas dan berbagai definisi yang berusaha menerjemahkan Filsafat secara global. Pada dasarnya Filsafat selain membahas dan menyimpulkan  sesuatu yang menjadi dasar. Filsafat adalah ibu dari segala ilmu yang hadir di bumi ini. Logika dan perasaan meliputi segenap ruang Filsafat, sehingga memerlukan konsentrasi yang lebih untuk memahaminya lebih dan sekedar sebuah ilmu biasa.
Pengontokan kategori Filsafat sebetulnya terjadi belakangan ini. Karena pada intinya pembahasan yang dibahas dalam setiap kategori filsafat, berpegang pada penerjemahan dari dasar pijakan setiap elemen ilmu. Menurut salah satu pemerhati filsafat, bahwa filsafat adalah sebuah ilmu yang membahas mengenai ontologi (keberadaan), epistemonology (sumber atau dasar), dan aksioiogi (nilai atau norma) dan sesuatu. Berdasarkan pijakan itu, dikemudian hari, maka munculah berbagai klasifikasi Filsafat berdasarkan lingkup yang lebih kecil, seperti hadirnya Filsafat Timur atau Filsafat Islam.
Sejarah awal tumbuhnya Filsafat berasal dari Yunani pada sekitar abad ke 7 SM. Tentu saja ada nama-nama seperti Sokrates, kemudian Plato sebagai murid Sokrates, dan Aristoteles sebagai murid Plato. Namun ada juga yang beranggapan bahwa Filsafat lahir di bumi barat, bahkan pada nusa sebelum era Sokrates. Ada beberapa tokoh yang disebutkan pada zaman ini diantaranya adalah seperti Thales, Anaximander dan Phytagoras.
Keakuratan sejarah Filsafat sepertinya tidak menjadi halangan untuk perkembangan ilmu ini. Bahkan hingga saat ini, ada istilah Filsafat kontemporer yang tumbuh di era Jean Paul Sartre atau Jurgen Habermas. Dan dari semua Filsafat yang kita kenal dengan segala ragam coraknya, ada satu inti yang dapat kita simpulkan. Bahwa berfilsafat berarti mencari kebenaran. Lalu akankah kita temukan kebenaran itu (?) Ataukah kita akan berpegang pada kesimpulan Sokrates, bahwa kebenaran hakiki akan kita temui saat nyawa kita meregang dari jasadnya. Dan kita akan bertemu Sang Kebenaran.
Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif. Sejalan dengan ini, Musa Asy’ari menyatakan bahwa filsafat adalah berfikir bebas, radikal, dan berada pada dataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalang-halangi kerja pikiran. Radikal artinya berfikir sampai ke akar-akar masalah (mendalam) bahkan sampai melewati batas-batas fisik atau yang disebut metafisis. Sedang berfikir dalam tahap makna berarti menemukan makna terdalam dan suatu yang terkandung didalamnya. Makna tersebut bisa berupa nilai-nilai seperti kebenaran, keindahan maupun kebaikan.
Menurut M. Amin Abdullah, filsafat bisa diartikan: (1) sebagai aliran atau hasil pemikiran, yakni berupa sistem pemikiran yang konsisten dan dalam tarap tertentu sebagai sistem tertutup (closed system), dan (2) sebagai metode berfikir, yang dapat dicirikan: a0 mencari ide dasar yang bersifat fundamental (fundamental ideas), b) membentuk cara berfikir kritis (critical thought), dan c) menjunjung tinggi kebebasan serta keterbukaan intelektual (intelectual freedom). Sebagai sebuah cabang filsafat, kurang lebih sudut pandang inilah, filsafat ilmu melihat ilmu-ilmu sebagai obyek kajiannya. Karenanya filsafat ilmu bisa juga disebut sebagai bidang yang unik, sebab yang dipelajari adalah dirinya sendiri.
Para ahli tampak beraneka ragam dalam memberikan definisi tentang filsafat ilmu, antara lain : Lewis White Beck menulis, “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole.” Peter A. Angeles, sebagaimana dikutip The Liang Gie, menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu analisis dan pelukisan tentang ilmu dari berbagai sudut tinjauan, termasuk logika, metodologi, sosiologi, sejarah ilmu dan lain-lain. Sementara itu Cornelis A Benyamin mendefinisikan filsafat ilmu sebagai disiplin filsafat yang merupakan studi kritis dan sistematis mengenai dasar-dasar ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan metode-metode, konsep-konsep, praduga-praduganya, serta posisinya dalam kerangka umum cabang-cabang intelektual. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan segala segi kehidupan manusia.
 B.   Rumusan Masalah
  1. Apa-apa saja yang termasuk objek filsafat ?
  2. Metode-metode apa saja dalam filsafat ?
  3. Bagaimana sistem dalam filsafat ?
  4. Bagaimana kebenaran dalam filsafat ?
 C.   Manfaat
  1. Agar mahasiswa mengetahui objek yang terkandung dalam filsafat.
  2. Agar mahasiswa mengetahui metode-metode yang terdapat dalam filsafat
  3. Agar mahasiswa mengetahui sistem dalam filsafat
  4. Agar mahasiswa tahu tentang kebenaran dalam filsafat
BAB II
FILSAFAT SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
 A.   Obyek Filsafat
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam obyek, yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh adalah obyek material ilmu kedokteran. Adapun obyek formalnya adalah metode untuk memahami obyek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif.
Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedang ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material filsafat atas tiga bagian, yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya memiliki dua obyek substantif dan dua obyek instrumentatif, yaitu:
Obyek Subtantif, yang terdiri dari dua hal:
1.  Fakta (Kenyataan)
Yaitu empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta (kenyataan ini ada beberapa aliran filsafat yang memberikan pengertian yang berbeda-beda, diantaranya adalah:
1)    Positivisme
a) Hanya mengakui penghayatan yang empirik dan sensual
b) Sesuatu sebagai fakta apabila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan yang sensual lainnya
c) Data empirik sensual tersebut harus obyektif tidak boleh masuk subyektifitas peneliti
d) Fakta itu yang faktual ada
2)    Phenomenologi:
a)    Fakta bukan sekedar data empirik sensual, tetapi data yang sudah dimaknai atau diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti. Tetapi subyektititas disini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektif disini dalam arti tetap selektif sejak dan pengumpulan data, analisis sampai pada kesimpulan. Data selektifnya mungkin berupa ide , moral dan lain-lain.
b)  Orang mengamati terkait langsung dengan perhatiannya dan juga terkait pada konsep-konsep yang dimiliki
c)    Kenyataan itu terkonstruk dalam moral.
3)    Realisme:
a) Sesuatu itu sebagai nyata apabila ada korespondensi dan koherensi antara empiri dengan skema rasional.
b) Mataphisik sesuatu sebagai nyata apabila ada koherensi antara empiri dengan yang obyektif universal
c) Yang nyata itu yang riil exsist dan terkonstruk dalam kebenaran obyektif
d) Empiri bukan sekedar empiri sensual yang mungkin palsu, yang mungkin memiliki makna lebih dalam yang beragam.
e) Empiri dalam realisme memang mengenai hal yang nil dan memang secara substantif ada
f)  Dalam realisme metaphisik skema rasional dan paradigma rasional penting
g)  Empiri yang substantif riil baru dinyatakan ada apabila ada koherensi yang obyektif universal
4)    Pragmatis :
Yang ada itu yang berfungsi, sehingga sesuatu itu dianggap ada apabila berfungsi. Sesuatu yang tidak berfungsi keberadaannya dianggap tidak ada.
5)    Rasionalistik :
Yang nyata ada itu yang nyata ada, cocok dengan akal dan dapat dibuktikan secara rasional atas keberadaanya
2. Kebenaran
1)    Positivisme:
a)    Benar substantif menjadi identik dengan benar faktual sesuatu dengan empiri sensual
b)    Kebenaran pisitivistik didasarkan pada diketemukannya frekwensi tinggi atau variansi besar
c)    Bagi positivisme sesuatu itu benar apabila ada korespondensi antara fakta yang satu dengan fakta yang lain
2)    Phenomenologi:
a)    Kebenaran dibuktikan berdasarkan diketemukannya yang esensial, pilah dan yang non esensial atau eksemplar dan sesuai dengan skema moral tertentu
b)    Secara esensial dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran korespondensi dan teori kebenaran koherensi
c)    Bagi phenomenologi, phenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji korespondensinya dengan yang dipercaya.
Realisme Metaphisik : Ia mengakui kebenaran bila yang faktual itu koheren dengan kebenaran obyektif universal
3)    Realisme
a)    Sesuatu itu benar apabila didukung teori dan ada faktanya
b)    Realisme hart, menuntut adanya konstruk teori (yang disusun deduktif probabilisti) dan adanya empiri teerkonstruk pula Islam : Sesuatu itu benar apabila yang empirik faktual koheren dengan kebenaran transenden berupa wahyu
4)    Pragamatisme : Mengakui kebenaran apabila faktual berfungsi.
Rumusan substantif tentang kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael Williams ada lima teori kebenaran, yaitu:
1)    Kebenaran Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran proposisinya baik proposisi formal maupun proposisi material nya.
2)    Kebenaran Korespondensi, teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada adanya korespondensi antara pernyataan dengan kenyataan (fakta yang satu dengan fakta yang lain). Selanjutnya teori ini kemudian berkembang menjadi teori Kebenaran Struktural Paradigmatik, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada upaya mengkonstruk beragam konsep dalam tatanan struktur teori (struktur ilmu.structure of science) tertentu yang kokoh untuk menyederhanakan yang kompleks atau sering
3)    Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang medasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
4)    Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
5)    Kebenaran Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar apabila mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata lain sesuatu itu dianggap benar apabila mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.
Obyek Instrumentatif yang terdiri dan dua hal:
1.  Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut dengan menggunakan landasan: asumsi, postulat atau axioma yang sudah dipastikan benar. Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai konfirmi probabilistik dengan menggunakan metode induktif, deduktif, reflektif. Dalam ontologi dikenal pembuktian a priori dan a posteriori. Untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi para ahli mendasarkan pada dua aspek:
1) Aspek Kuantitatif;
2) Aspek Kualitatif.
Dalam hat konfirmasi, sampai saat ini dikenal ada tiga teori konfirmasi, yaitu : Decision Theory, menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan antara hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual. Estimation Theory, menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar — salah dengan menggunakan konsep probabilitas. Reliability Analysis, menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi (yang mungkin berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain) terhadap hipotesis
2.  Logika Inferensi
Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya logika dibangun oleh Aristoteles (3 84-322 SM) dengan mengetengahkan tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu Principium Identitatis (Qanun Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah), dan Principium Exclutii Tertii (Qanun Imtina’). Logika ini sering juga disebut dengan logika Inferensi karena kontribusi utama logika Aristoteles tersebut adalah untuk membuat dan menguji inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika Aristoteles juga sering (Disebut dengan logika tradisional.
 B.   Metode Filsafat
Hanya dengan cara dan metode tertentu pengetahuan kefilsafatan dapat diperoleh. Mendapatkan pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada taraf kefilsafatan haruslah berlangsung secara bertahap sedikit demi sedikit. Tidak mungkin sekaligus. Maka metode yang paling tepat adalah metode ilmiah yang merupakan gabungan antara analisis dan sintesis yang dipakai secara dialektik berkesinambungan.
1. Metode Analisis
Metode ini melakukan pemeriksaan secara konseptual atas istilah-istilah yang kita pergunakan dan pernyataan-pernyataan yang kita buat. Di dalam ilmu pengetahuan alam. setiap saat kita menyaksikan berbagai macam benda. Dan keberadaanya dapat diketahui bahwa setiap benda selalu menempati ruang dan waktu tertentu, berbentuk, berbobot dan berjumlah (volume). Metode analisis mi sering disebut sebagai metode aposteriori karena bertitik tolak dan segala sesuatu atau pengetahuan yang adanya itu timbul sesudah pengalaman, agar sampai kepada suatu pengetahuan yang adanya di atas atau di luar pengalaman sehari-hari.
2. Metode Sintesis
Sebaliknya, metode mi dibantu dengan peralatan deduktif yang mencoba menjabarkan sifat-sifat umum yang secara niscaya ada pada segala sesuatu ke dalam hal-hal dan keadaan-keadaan konkret khusus tertentu. Sifat-sifat umum yang mengenai kejiwaan manusia misalnya, dapat dijabarkan ke dalam bermacam-macam jenis dan bentuk tingkah laku.
Dalam studi filsafat, kedua metode di atas lebih dipergunakan secara dialektik. Artinya digunakan secara berkesinambungan dalam suatu rentetan sebab-akibat. Oleh karena itu. sering dinaTnakan sebagai metode analitiko-sintetik.
 C.   Sistem Filsafat
Terdapat dua sistem yang populer dalam dunia filsafat yaitu sistem tertutup (closed system) dan sistem terbuka (opened system). Sistem tertutup adalah yang berlaku dalam ilmu pengetahuan pasti (eksakta) dan alam. Sedangkan sistem terbuka lebih populer digunakan dalam ilmu pengetahuan sosial dan humaniora.
Mempertimbangkan sasaran (obyek studi filsafat baik yang material maupun yang formal, maka sistem terbuka tampaknya lebih dominan. Karena obyek filsafat itu tidak terbatas kepada hal-hal yang rasional dan empiris saja. Melainkan menembus pada hal-hal yang berderajat irrasional dan yang non empiris (yaitu hal- hal yang metafisik).
 D.   Kebenaran Filsafat
Hal kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran. Problematik mengenai kebenaran merupakan masalah yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya dalam filsafat ilmu.
1. Definisi Kebenaran
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), ditemukan arti kebenaran, yaitu:
  1. Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya);
  2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya);
  3. Kejujuran, ketulusan hati;
  4. Selalu izin, perkenanan;
  5. Jalan kebetulan.
  6. Jenis-jenis Kebenaran
Kebenaran dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam filsafat ilmu, yaitu
  1. Kebenaran Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia,
  2. Kebenaran Ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan.
  3. Kebenaran Semantikal, adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa.
 2. Teori-teori Kebenaran
Perbincangan tentang kebenaran dalam perkembangan pemikiran filsafat sebenarnya sudah dimulai sejak Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal.
Kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles hingga saat mi, dimana teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan penyempurnaan. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan mempunyai nilai kebenaran atau tidak sangat berhubungan erat dengan sikap dan cara memperoleh pengetahuan.
Berikut secara tradisional teori-teori kebenaran itu antara lain sebagai berikut:
  1. Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of Truth)
  2. Teori Kebenaran Saling Berkesesuaian (Correspondence Theory of Truth)
  3. Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Theory of Truth,)
  4. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
  5. Teori Kebenaran Sintaksis
  6. Teori Kebenaran Nondeskripsi
  7. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
3. Sifat Kebenaran llmiah
Karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dan kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifat-sifat dan kebenaran. Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal. yaitu:
a. Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap pengetahuan yang dimiliki ditilik dan jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu berupa:
1)    Pengetahuan biasa atau disebut ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang mengenai.
2)    Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli sejenis. Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian yang penemuan mutakhir.
3)    Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif. Si fat kebenaran yang terkandung adalah absolute.-intersubjektif.
4)    Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama bersifat dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
b.  Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dan bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya. Implikasi dan penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya. Jadi jika membangun pengetahuan melalui indera atau sense experience, maka pembuktiannya harus melalui indera pula.
c. Kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Membangun pengetahuan tergantung dan hubungan antara subjek dan objek, mana yang dominan. Jika subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran yang bersifat subjektif. Sebaliknya, jika objek yang berperan, maka jenis pengetahuannya mengandung nilai kebenaran yang sifatnya objektif
BAB III
PENUTUP
 A.   Kesimpulan
Dan uraian tersebut di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa apabila dilihat dan sisi obyeknya, maka filsafat ilmu merupakan cabang dan filsafat yang secara khusus membahas proses keilmuan manusia. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa obyek substantif dalain filsafat ilmu tersebut di atas pada dasarnya merupakan obyek material, sedangkan obyek instrumentatif adalah obyek formal.
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti dunia dalam hal makna dan nilai-nilai. Pengertian filsafat disederhanakan sebagai proses dan produk, yang mencakup pengertian filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dan para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem tertentu yang merupakan hasil dan proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu, dan filsafat sebagai problema yang dihadapi manusia.
Filsafat berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang menjadi tujuan hidupnya. Dengan belajar filsafat, tidak menyebabkan kita untuk berhenti belajar, karena dalam filsafat tidak akan pernah akan dapat mengatakan selesai belajar.
 B.   Saran
  1. Hanya dengan cara dan metode tertentu pengetahuan dapat diperoleh
  2. Ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak berguna bila tidak dibagi atau diberikan kepada orang lain
  3. Ilmu pengetahuan yang ada harus dimanfaatkan
  4. Sebagai pembaca yang budiman kami meminta saran dan kritikkannya agar makalah kami berikutnya dapat bermanfaat
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah, (Yogyakarta: Sipres, 1993)
 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005)
http://lets-be1aar.blo.spot.con/0O7/09/aobjek-fi1safat.htm1 diakses tanggal 09 Oktober 4.
 http ://sabrinafauza. wordpress .com/2009/ 11 / 1 7/obyek-fiIsafat diakses tanggal 09 Oktober 2010
http://gurutrenggaiek.b1ogspot.com/2009/l 2/obyek-filsafat-ilmu.html diakses tanggal 09 Oktober 2010
 Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 33. Lihat Juga Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)
Mohammad Muslih, Filsafat ilmu, Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori llmu Pengetahuan. (Yogyakarta: Belukar, 2005)
Musa As’ari, Filsafat Islam Sunnah Nabi Dalam Berfikir, (Yogyakarta: LESFI, 1999)
M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multireligius, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Filsafat lAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 13 Mei 2000)
Noeng Muhadjir. Filsafat Ilmu: Positivisme, Pos-Positivisme dan Pos-Modernisme, (Yogyakarta: Rakesarasin)
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberti, 1991)

Kamis, 28 Juni 2012

Filsafat Sokrates, Plato dan Aristoteles

SOCRATES

Socrates lahir di Athena pada tahun 470 sebelum Masehi dan meninggal pada tahun 399 SM. Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya bidan, bernama Phainarete. Pada awalnya Socrates ingin mengikuti jejak bapaknya sebagai tukang pembuat patung, namun ia berganti haluan dari membentuk batu jadi patung ia membentuk watak manusia. Socrates mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan filsafat di barat, karena Socrates merupakan filusuf pertama yang memulai filsafatnya dengan mengandalkan sepenuhnya rasio atau akal budi manusia dan meninggalkan jauh mitis yang saat itu mulai ditinggalkan oleh bangsa Yunani.
Menurut beberapa sumber yang dapat dipercaya diperoleh informasi bahwa Socrates adalah murid dari Arkhelaos yaitu seorang filusuf pengganti Anaxagoras, dan ia juga membaca karya-karya Anaxagoras karena ia tertarik pada ajaran nus yang nantinya ia juga kecewa akan isi ajarannya. Dari filusuf-filusuf alam ini ia kemudian berbalik mencari jalan filsafatnya sendiri.

Socrates adalah seorang yang bertubuh kuat namun berwajah buruk bahkan dicoba digambarkan keburukan wajah Socrates yang disamakan dengan Satyros yang dalam mitologi Yunani adalah mahluk yang setengah berupa hewan dan setengah berupa manusia, namun disatu sisi digambarkan juga kekuatan fisiknya dimana Socrates selalu memakai mantel yang sama disaat musim dingin dan panas, dan ia selalu bertelanjang kaki, Socrates tahu bagaimana cara mengendalikan dirinya sehingga ia luput dari segala kebutuhan insani. Kata sofis Antiphon tentang cara hidup Socrates, “ Seorang budak yang dipaksa untuk hidup begitu, pasti akan melarikan diri”. karena kekuatan fisik itulah tidak mengherankan apabila ia bisa bergabung dalam kemiliteran dan masuk dalam Hoplites, yaitu suatu bentuk pasukan infanteri, dan pada masa itu persenjataan yang merawat adalah tentara itu sendiri sehingga yang menjadi tentara adalah mereka-mereka yang mampu saja. Dengan menjadi tentara inilah Socrates sempat 3 kali meninggalkan kota Athena untuk berperang, dan menurut beberapa sumber memang hanya 3 kali inilah Socrates meninggalkan Athena.
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malah tidak mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Baginya filosofi bukan hanya isi, bukan hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak mengajarkannya. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir. Socrates tidak menuliskan filosofinya, maka sulit sekali mengetahui dengan kesahihan ajarannya. Ajarannya itu hanya dikenal dari catatan-catatan murid-muridnya, terutama Xenephon dan Plato. Catatan Xenephon kurang kebenarannya, karena ia sendiri bukan seorang filosof. Untuk mengetahui ajaran Socrates, orang banyak bersandar kepada Plato. Plato selalu menggunakan nama gurunya itu sebagai tokoh utama karyanya sehingga sangat sulit memisahkan mana gagasan Socrates yang sesungguhnya dan mana gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Sorates. Nama Plato sendiri hanya muncul tiga kali dalam karya-karyanya sendiri yaitu dua kali dalam Apologi dan sekali dalam Phaedrus.

Tujuan filosofi Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya. Pendapatnya berbeda dengan guru-guru sofis yang mengajarkan bahwa semuanya relatif dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang skeptis. Socrates berpendapat, bahwa kebenaran itu tetap dan harus dicari. berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan berkelilingi mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan.

Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan (maieutik). Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.

Socrates mengajarkan murid-muridnya bagaimana mereka harus berpikir kritis dan demokrasi. Cara Socrates mengajar sangatlah unik. Jika filosof-filosof lain mengajar dengan cara menggurui atau dengan kata lain menceramahi, maka Socrates menggunakan caranya sendiri yaitu dengan bertanya terus menerus. Misalnya, saat berjalan-jalan di pasar Agra di Athena, Socrates bertemu dengan seorang pedagang, lalu dia bertanya “mengapa kamu bisa menjadi kaya sedangkan orang lain tidak?”, atau saat berjalan-jalan dipasar itu dia bertemu dengan seorang panglima perang dan dia bertanya “mengapa kamu menggunakan taktik seperti itu, bukan seperti ini?”. Perlu diketahui bahwa pada masa Socrates penduduk kota Athena hanya berjumlah 150.000 orang dan pasarnya juga hanya satu. Jadi, setiap orang berkumpulnya di pasar. Mulai dari kaisar, jendral, hakim dan sebagainya.

Banyak orang yang menganggap Socrates adalah orang yang menyebalkan, karena dia bertanya terus menerus pada setiap orang. Tentu saja jika ditanya tentang ‘apa yang kau makan hari ini” semua orang bisa menjawab, tapi dengan pertanyaan-pertanyaan diatas, belum tentu semua orang senang untuk menjawabnya. Dan karena itulah Socrates dikenal sebagai first class pain atau si trouble maker. Seorang yang sangat-sangat menyebalkan. Menurut Socrates memang ada 2 jenis manusia, manusia yang bertanya terus menerus untuk menjadi pembuat keonaran, ataupun manusia yang bertanya terus menerus untuk mendapatkan kebenaran yang sejati. Socrates memang ingin mendapatkan kebenaran sejati itu.

Oleh karena Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya-jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi. Kedua-duanya itu bersangkut-paut. Induksi menjadi dasar definisi.

Induksi yang menjadi metode Socrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai dengan contoh dan persamaan, dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi. Pengertian yang diperoleh itu diujikan kepada beberapa keadaan atau kejadian yang nyata. Apabila dalam pasangan itu pengertian tidak mencukupi, maka dari ujian itu pengertian dicari perbaikan definisi. Definisi yang tercapai dengan cara begitu diuji pula sekali lagi untuk mencapai perbaikan yang lebih sempurna. Demikianlah seterusnya. Begitulah cara Socrates mencapai pengertian. Dengan melalui induksi sampai kepada definisi. Definisi yaitu pembentukan pengertian yang umum lakunya. Induksi dan definisi menuju pengetahuan yang berdasarkan pengertian.
Budi ialah tahu, kata Socrates. Inilah inti sari daripada etiknya. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Paham etiknya itu kelanjutan dari metodenya. Induksi dan definisi menuju kepada pengetahuan yang berdasarkan pengertian. Dari mengetahui beserta keinsafan moral, mesti menimbulkan budi. Apabila budi adalah tahu, maka tak ada orang yang sengaja, atas maunya sendiri, berbuat jahat. Kedua-duanya, budi dan tahu, bersangkut-paut. Apabila budi adalah tahu, berdasarkan timbangan yang benar, maka kejahatan hanya datang dari orang yang tidak mengetahui, orang yang tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar. Untuk itu perlulah orang pandai menguasai diri dalam segala keadaan. Dalam suka maupun duka. Dan apa yang pada hakekatnya baik, adalah juga baik bagi kita sendiri. Jadinya, menuju kebaikan adalah jalan yang sebaik-baiknya untuk mencapai kesenangan hidup. Kesenangan hidup tidak pernah dipersoalkan oleh Socrates, sehingga murid-muridnya kemudian memberikan pendapat mereka sendiri-sendiri tentang kesenangan hidup.

Pada usia 70 tahun ia diajukan ke sidang karena dianggap membahayakan penduduk Athena. Ia dituduh tidak percaya pada allah-allah yang diakui oleh polis dan mengintrodusir praktek-praktek religius baru, ia juga bersalah karena ia mempunyai pengaruh yang kurang baik atau kaum muda. Dan akhirnya Socrates meninggal karena ia dihukum mati dengan meminum secawan racun, demi mempertahankan pendiriannya yang tidak ingin meninggalkan Athena seperti yang dilakukan kaum sofis.


PLATO

Plato lahir pada tahun 428 SM dari keluarga terkemuka di Athena, ayahnya bernama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Ketika bapaknya meninggal ibunya menikah lagi dengan adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes yang tidak lain adalah seorang politikus, dan Plato banyak terpengaruh dengan kehadiran pamannya ini. Karena sejak kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul dengan para politikus Athena. Selain para politikus ia juga banyak dipengaruhi oleh Kratylos, seorang filusuf yang meneruskan ajaran Herakleitos yang mempunyai pendapat bahwa dunia ini terus berubah. Dari pergaulan dengan para politikus, Plato akhirnya menelurkan sebuah pemikiran bahwa pemimpin suatu negara haruslah seorang filusuf, hal ini dilontarkan karena kekecewaannnya atas kepemimpinan para politikus yang ada pada saat itu, terutama yang berkaitan dengan kematian gurunya, yaitu Socrates, di persidangan yang berakhir pada kematian gurunya tersebut.

Pada perkembangan selanjutnya Plato mendirikan Akademia sebagai pusat penyelidikan ilmiah dan di sekolah ini ia berusaha merealisasikan cita-citanya yaitu menjadikan filsuf-filsuf yang siap menjadi pemimpin negara, dan akademia inilah awal dari munculnya universitas-universitas saat ini karena lebih menekankan pada kajian ilmiah bukan sekedar reotrika. Ia terus mengepalai dan mengajar di akademia ini hingga akhir hayatnya. Dalam menelurkan karya-karya fisafatnya Plato menggunakan metode dialog, karena ia percaya filsafat akan lebih baik dan teruji jika dilakukan melalui dialog dan banyak dari karya-karyanya disampaikan secara lisan di akademia-nya. Di satu sisi ia masih mempercayai beberap mitos yang digunakan olehnya untuk mengemukakan dugaan-dugaan mengenai hal-hal duniawi. Ia banyak dipengaruhi oleh gurunya, Socrates dalam pemikirannya.

Ide merupakan inti dasar dari seluruh filasaft yang diajarkan oleh Plato. Ia beranggapan bahwa idea merupakan suatu yang objektif, adanya idea terlepas dari subjek yang berfikir. Ide tidak diciptakan oleh pemikiran individu, tetapi sebaliknya pemikiran itu tergantung dari ide-ide. Ia memberikan beberapa contoh seperti segitiga yang digambarkan di papan tulis dalam berbagai bentuk itu merupakan gambaran yang merupakan tiruan tak sempurna dari ide tentang segitiga. Maksudnya adalah berbagai macam segitiga itu mempunyai satu idea tentang segitiga yang mewakili semua segitiga yang ada. Dalam menerangkan idea ini Plato menerangkan dengan teori dua dunianya, yaitu dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan pancaindera, sifat dari dunia ini tidak tetap terus berubah, dan tidak ada suatu kesempurnaan. Dunia lainnya adalah dunia idea, dan dunia idea ini semua serba tetap, sifatnya abadi dan tentunya serba sempurna.

Idea mendasari dan menyebabkan benda-benda jasmani. Hubungan antara idea dan realitas jasmani bersifat demikian rupa sehingga benda-benda jasmani tidak bisa berada tanpa pendasaran oleh idea-idea itu. Hubungan antara idea dan realitas jasmani ini melalui 3 cara:
1. Ide hadir dalam benda-benda konkrit.
2. Benda konkrit mengambil bagian dalam ide, disini Plato memperkenalkan partisipasi dalam filsafat.
3. Ide merupakan model atau contoh bagi benda-benda konkrit. Benda-benda konkrit itu merupakan gambaran tak sempurna yang menyerupai model tersebut.
Plato menganggap bahwa jiwa merupakan pusat atau intisari kepribadian manusia, dan pandangannya ini dipengaruhi oleh Socrates, Orfisme dan mazhab Pythagorean. Salah satu argumen yang penting ialah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan idea-idea, dengan itu ia menuruti prinsip-prinsip yang mempunyai peranan besar dalam filsafat. Jiwa memang mengenal ide-ide, maka atas dasar prinsip tadi disimpulkan bahwa jiwapun mempunyai sifat-sifat yang sama dengan ide-ide, jadi sifatnya abadi dan tidak berubah.

Plato mengatakan bahwa dengan kita mengenal sesuatu benda atau apa yang ada di dunia ini sebenarnya hanyalah proses pengingatan sebab menurutnya setiap manusia sudah mempunyai pengetahuan yang dibawanya pada waktu berada di dunia ide, dan ketika manusia masuk ke dalam dunia realitas jasmani pengetahuan yang sudah ada itu hanya tinggal diingatkan saja, maka Plato menganggap juga seorang guru adalah mengingatkan muridnya tentang pengetahuan yang sebetulnya sudah lama mereka miliki.

Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau negara. Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.

Dalam menghadapi hal ini maka di setiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang harus dididik khusus. Mereka harus mempelajari, senam yang lebih umum dan keras dan sebaiknya dilakukan pada usia 18 sampai 20 tahun. Dari sini diseleksi lagi untuk dijadikan calon pemimpin politik, dan untuk membentuk pemimpin in mereka harus belajar filsafat hingga usia 30 tahun, tujuan belajar filsafat ini untuk melatih mereka dalam mencari kebenaran. Dari sini diseleksi lagi dan mereka yang lulus seleksi akan mempelajari filsafat dan dialektika secara lebih intensif selama 5 tahun. Dan jika dalam pendidikan ini berhasil maka selama 15 tahun ia menduduki beberapa jabatan negara yang tujuannya agar mereka tahu pekerjaan-pekerjaan negara. Dan pada usia 50 tahun baru mereka siap menjadi seorang pemimpin.

Ada tiga golongan dalam negara yang baik, yaitu pertama, Golongan Penjaga yang tidak lain adalah para filusuf yang sudah mengetahui “yang baik” dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua, Pembantu atau Prajurit. Ketiga, Golongan pekerja atau petani yang menanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis.

Plato tidak begitu mementingkan adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disama-ratakan itu semua tergantung masyarakat yang ada di polis tersebut. Adapun negara yang diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi dengan monarkhi, karena jika hanya monarkhi maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak kebebasan, sehingga perlu diadakan penggabungan, dan negara ini berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini dimaksudkan menghindari nasib yang terjadi di Athena.

Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini. Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.

ARISTOTELES

Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia Tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun, Aristoteles bergabung menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM.

Hasil karyanya banyak sekali. Akan tetapi sulit menyusun karyanya itu secara sistematis. Berbeda-beda cara orang membagi-bagiannya, ada yang membaginya menjadi 8 bagian, yang mencakup masalah logika (enam makalah, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting), metafisika, etika, politik, psikologi, biologi, ekonomi dan filsafat alam dan akhirnya retorika dan poetika. Filsafat Aristoteles berkembang pada waktu ia memimpin Lyceum. Ada juga orang yang menguraikan perkembangan pemikiran Aristoteles melipti 3 tahap, yaitu:
1. Tahap di Akademi, ketika ia masih setia kepada gurunya Plato, termasuk ajaran Plato tentang ide.
2. Tahap ia di Assos, ketika ia berbalik dari Plato, mengeritik ajaran Plato tentang ide-ide serta menentukan filsafatnya sendiri
3. Tahap ketika ia di sekolahnya di Athena, waktu ia berbalik dari spekulasi ke penyelidikan empiris, mengindahkan yang kongkrit dan yang individual.
Plato menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, sedangkan Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Selanjutnya ia menyatakan bahwa bentuk materi yang sempurna, murni atau bentuk akhir, adalah apa yang dinyatakannya sebagai theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan.

Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Berpikir dilaksanakan dengan perantaraan pengertian-pengertian (meja, kursi, perkakas rumah, dll). Menurut Aristoteles, tiap pengertian berpautan dengan benda tertentu, oleh sebab itu, tiap pengetahuan adalah suatu penggambaran kenyataan. Segala pengertian dapat dihubungkan yang satu dengan yang lain menurut tertibnya dan dapat disusun menurut sifat-sifat yang umum. Penggolongan menurut sifatnya yang umum ini dapat diperluas lagi hingga sampai kepada kelompok pengertian yang tidak dapat diturunkan dari kelompok yang lebih tinggi lagi, sampai kepada kelompok pengertian yang telah mencakup apa saja yang dapat dikatakan tentang sesuatu. Kelompok paling umum ini disebut kategori. Ada 10 kategori, yaitu:
1. substansi (manusia, binatang, dll)
2. kuantitas (dua, tiga, sepuluh, dll)
3. kualitas (putih, busuk, dll)
4. relasi (rangkap, separoh, dll)
5. tempat (di pasar, di rumah)
6. waktu (kemaren, sekarang, besok, dll)
7. keadaan (duduk, berdiri, dll)
8. mempunyai 9bersepatu, bersuami, dll)
9. berbuat (mengiris, membakar, dll)
10. menderita (terbakar, terpotong-potong, dll)
Kadang ia hanya membuat kategori menjadi 8, tetapi yang paling penting adalah 4 kategori pertama.

Ajaran Aristoteles yang mengenai fisika dan merafisika tidak senantiasa dapat dibeda-bedakan dengan jelas. Sebutan "metafisika" sebenernya memang hanya suatu sebutan yang kebetulan saja. Istilah ini tidak bcrasal dari Aristoteles sendiri. melainkan dari Andronikos dari Rhodos (± 70 SM). la menyusun karya-karya Aristoteles dcngan cara demikian, bahwa karya-karya Aristoteles tentang "filsafat pertama", yang mengenali hal-hal yang bersifat gaib, ditempatkan sesudah karya-karyanya tentang fisika (meta fisika). Kala meta mempunyai arti rangkap, yaitu: sesudah dan di belakang. Judul meta fisitka ketika itu dipandang sebagai tepat sekali untuk dipakai guna mengungkapkan isi pandangan-pandangan yang mengenai "hal-hal yang di belakang gejala-gejala fisik".

Ajaran Aristoteles tentang “yang ada” didasarkan atas ajaran para filsuf pendahulunya. Plato telah memecahkan persoalan yang dihadapi Heracleitos dan Parmenides dengan memandang persoalan itu dari segi keberadaan manusia. Heracleitos dan Parmenides dihadapkan dengan pemilihan yang sulit, yaitu “apakah kenyataan itu berada di dalam ‘ada’ yang tak berubah, atau di dalam ‘gejala-gejala’ yang terus menerus berubah? Herakleitos hanya mau mengakui gerak saja dan menolak segala gagasan tentang perhentian. sedang Parmenides hanya mau mengakui perhentian saja dan menolak segala gagasan tentang gerak dan peruhahan. Plato telah mecahkan persoalan itu demikian, bahwa yang serba berubah itu memang ada dan dikenal oleh pengamatan, sedang yang tidak berubah. yaitu idea-idea, dikenal oleh akal. Jadi menurut Plalo ada dua bentuk "yang ada", yaitu bentuk yang dapat diamati, yang senantiasa berubah dan bentuk yang tidak dapat diamati, yang tidak berubah. Hubungan antara kedua bentuk "ada" itu adalah demikian, bahwa "yang tampak" adalah pengungkapan dari "yang tidak tampak”.

Aristoteles tidak setuju dengan pemecahan Plato ini. “Ada” yang olehnya disebut ousia, dalam arti yang sebenarnya hanya dimiliki oleh benda-benda yang kongkrit, artinya: yang sungguh-sungguh berada hanya benda-benda yang kongkrit (meja itu, kursi itu. rumah itu, dll, yang di­amati itu). Di luar benda-benda yang kongkrit, dan di sampingnya tiada sesualu yang berada. "Ada" yang bersifat umum. yang mengungkapkan jenis sesuatu, terdapat di dalam benda yang kongkrit dan bersama-sama dengan benda yang kongkrit itu. Dapal dikatakan, bahwa pengertian­pengertian yang umum (manusia, binatang. dll) hanya mengungkapkan apa yang dimiliki bersama oleh sekelompok benda. Pengertian umum hanya sebutan saja, bukan benda, sekalipun yang dimaksud dengan benda itu hal yang gaib, seperti yang diajarkan oleh Plato.

Inti sari ajaran Aristoteles yang mengenai fisika dan metafisika terdapat dalam ajarannya yang disebut dunamis (potensi) dan energia (aksi). Semua ajaran ini dipakai guna memecahkan soal perubahan dan gerak. "Yang ada" dalam arti yang mutlak adalah apa yang telah terwujud. “Yang tidak ada" hanya dapat menjadi "yang ada" secara mutlak, atau menjadi "yang ada" secara terwujud, jikalau melalui sesuatu, Di antara "yang tidak ada" dan "yang ada" secara mutlak itu terdapat "ada yang nyata-nyata mungkin", atau "yang ada” sebagai kemungkinan, sebagai bakat. sebagai potensi, sebagai dunamis.

Perubahan dan gerak dalam arti yang Iebih luas mencakup hal "menjadi" dan "binasa" serta segala perubahan lainnya, baik di bidang bilangan maupun di bidang mutu dan di bidang ruang. Tiap gerak sebenarnya me­wujudkan suatu perubahan dari apa yang ada sebagai potensi ke apa yang ada secara terwujud. Untuk itu diperlukan adanya suatu penggerak yang pada dirinya scndiri telah memiliki kesempurnaan, yang tidak perlu disempurnakan. Penggerak pertama, yang tidak digerakkan oJch penggerak yang lain ini tidak mungkin dibagi-bagi, tidak mungkin memiliki keluasan serta bersifat fisik. Kuasanya tak terhingga dan kekal. Penggerak pertama yang demikian itu tidak berasal dari dalam dunia, sebab di dalam jagat raya ini tiap gerak digerakkan oleh sesualu yang lain. Penggerak pertama ini adalah Allah. Ialah yang menyebabkan gerak abadi, yang sendiri tidak digerakkan, karena bebas dari materi. Allah adalah Purus, Aktus dan Murni.

Tiap gerak diandaikan adanya tujuan. Dunia ini bertujuan, perkembangannya bergantung pada tujuan itu. Tiap hal yang alamiah memiliki potensi untuk merealisasikan diri sesuai dengan tujuannya. Segala sesuatu di dalam alam raya ini bertujuan. Jagat raya laksana seorang tuan rumah yang baik, yang tidak membuang apa yang berguna. Tujuan gerak segala badan jagat raya itu bukan untuk mencapai kesempurnaan, tetapi untuk menuju kepad Penggerak yang tidak digerakkan, yang tidak berada dalam ruang yang terbatas, yang tidak bersifat badani, yang adalah bentuk aktus murni, yaitu Allah, Ialah yang menggerakkan badan jagat raya ini.

Ajaran Aristoteles tentang manusia melalui dua tahap,yaitu:
1. Tahap pertama masih dipengaruhi oleh Plato, mengajarkan tentang dualisme tubuh dan jiwa serta mengajarkan praeksistensi jiwa.
2. Kemudian meninggalkan dualisme itu. Tubuh dan jiwa dipandang sebagai dua aspek dari satu substansi, yang saling berhubungan, jika tubuh adalah materi, maka jiwa adalah bentuknya. Jiwa adalah aktus pertama yang membuat tubuh menjadi hidup. Pada waktu manusia mati, jiwanya ikut binasa, maka tiada praeksistensi jiwa dan tidak ada jiwa yang tidak dapat mati.

Ajaran Aristoteles tentang negara berhubungan erat dengan etika. Dapat dikatakan, bahwa ajarannya tentang negara mewujudkan lanjutan dan penyelesaian ajarannya tentang etika. Manusia adalah zoon politikon, makhluk sosial, makhluk hidup yang membentuk masyarakat. Demi keberadaannya dan demi penyempurnaan dirinya diperlukan persekutuan dengan orang lain. Untuk keperluan itu dibutuhkan negara. Negara bertujuan untuk memungkinkan hidup dengan baik, seperti halnya dengan segala lembaga yang lain.

Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarkhi. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.

Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut karena dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru.
Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas pada abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 - 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 - 1198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.


*)dikutip dari berbagai sumber, seperti: wikipedia, blog, dan website pendidkan, terutama dari tulisan Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat.

NILAI PERSONAL DAN NILAI LUHUR DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

1.   Pengertian
1.1. Nilai
Nilai – nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap / prilaku seseorang. System nilai dalam suatu organisasi adalah tentang nilai – nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal. 
Nilai merupakan milik setiap pribadi yang mengatur langkah – langkah yang seharusnya dilakukan karena merupakan cetusan dari hati nurani yang dalam dan di peroleh seseorang sejak kecil.
Nilai dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan, yang dewasa ini mendapat perhatian khusus, terutama bagi para petugas kesehatan karena perkembangan peran menjadikan mereka lebih menyadari nilai dan hak orang lain.
Klasifikasi nilai- nilai adalah suatu proses dimana seorang dapat menggunakannya untuk mengidentifikasi nilai- nilai mereka sendiri. Seorang bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanannya. Selain menggunakan ilmu kebidanan yang ia miliki juga diperkuat oleh nilai yang ada didalam diri mereka
1.2.   Pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui asuhan kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan, mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, BBL, keluarga berencana (KB), termasuk kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan keshatan masyarakat
2.   Nilai personal dalam pelyanan kebidanan
2.1.   Pengertian Nilai personal
Nilai personal merupakan nilai yang timbul dari pengalaman pribadi seseorang, nilai tersebut membentuk dasar prilaku seseorang yang nyata melalui pola prilaku yang konsisten dan menjadi control internal bagi seseorang, serta merupakan komponen intelektual dan emosional dari seseorang. 
2.2.   Nilai personal profesi
Pada tahun 1985, “The American Association Colleges Of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai – nilai personal dalam praktek kebidanan profesional. Perkumpulan ini mengidentifikasikan tujuh nilai-nilai personal profesi, yaitu :
1.      Aesthetics (keindahan)
Kualitas obyek suatu peristiwa / kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.
2.      Alturism (mengutamakan orang lain)
Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, asuhan, kedermawanan / kemurahan hati serta ketekunan.
3.      Equality (kesetaraan)
Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap kejujuran, harga diri dan toleransi.
4.      Freedom (kebebasan)
Memiliki kafasitas untuk memiliki kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin, serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
5.      Human digrity (martabat manusia)
Berhubungan dengan penghargaan yang melekat terhadap martabat manusia sebagai individu, termasuk didalamnya yaitu kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan, dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan.
6.      Justice ( keadilan)
Menjunjung tinggi moral dan prinsip – prinsip legal. Temasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta keawajaran.
7.      Truth (kebenaran)
Menerima kenyataan dan realita. Termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan, dan reflektifitas yang rasional.
2.3.   Kewajiban personal seorang bidan
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir) :
1).   Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2).   Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3).   Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat. 
4).   Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
5).   Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6).   Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir) :
1). Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2).   Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
3).   Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan sehubungan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir) :
1).   Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
2).   Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir) :
1). Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
2).  Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3). Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir) :
1). Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
2).  Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir) :
1).  Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan¬ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
2).  Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup (1 butir) :
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.
3.   Nilai luhur dalam pelayanan kebidanan
3.1.   Pengertian nilai luhur
Merupakan suatu keyakinan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh setiap orang, dimana sikap-sikap tersebut berupa kebaikan, kejujuran, kebenaran yang berorientasi pada tindakan dan pemberian arah serta makna pada kehidupan seseorang.
Nilai luhur dalam pelayanan kebidanan yaitu suatu penerapan fungsi nilai dalam etika profesi seorang bidan, dimana seorang bidan yang professional dapat memberikan pelayanan pada klien dengan berdasarkan kebenaran, kejujuran, serta ilmu yang diperoleh agar tercipta hubungan yang baik antara bidan dan klien.
3.2.   Penerapan nilai luhur
Seorang bidan harus mampu menerapkan nilai – nilai luhur dimanapun dan kapanpun dia memberikan pelayanan kebidanan. Karena nilia luhur dalam praktek kebidanan sangat menunjang dalam proses pelayanan serta pemberian asuhan pada klien.  
Nilai luhur yang dimiliki oleh setiap orang mempunyai kadar yang berbeda. Nilai luhur tergantung oleh setiap individu, bagaimana cara individu menerapakan dan  mengelola dalam kehidupannya.
Nilai luhur bukan hanya diterapkan pada klien saja, tetapi juga pada rekan – rekan seprofesi, tenaga kesehatan lainnya, serta masyarakat secara umum. Sebab hubungan yang dijalin berdasarkan nilai – nilai luhur dapat membantu dalam peningkatan paradigma kesehatan, khususnya dalam praktek kebidanan.
Nilai – nilai luhur yang sangat diperlukan oleh bidan yaitu :
ü  Kejujuran
ü  Lemah lembut
ü  Ketetapan setiap tindakan
ü  Menghargai orang lain
3.3.   Dasar pelayanan kebidanan yang baik
Ø  Rasa kecintaan pada sesama manusia
Ø  Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tolong menolong dalam menghadapi pasien
Ø  Mengembangkan sikap tidak semena – mena terhadap orang lain
Ø  Menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan
Ø  Memberi pelayanan kesehatan pada ibu dan anak
Ø  Berani membela kebenaran dan keadilan
Ø  Mengmbangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain
Ø  Bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya

Etika dan Kode Etik Bidan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana hak - hak pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.
Jika terjadi suatu kesalah fahaman atau ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan bidan / TENKES, bidan berhak menerima perlindungan hukum dari Majelis Pertimbangan Etika Bidan, atau Majelis Pertimbangan EtikaProfesi.
1.2  Rumusan masalah
Dari Landasan Di atas Kami mengambil Rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Peran Dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik dan SPK
1.3  Tujuan
a.       Tujuan Umum :
Untuk memenuhi salah satu tugas Etika Profesi oleh Desr
b.   Tujuan khusus :
Memahami tugas dan fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik Dan SPK
1.4  Manfaat
a.       Untuk Mengetahui Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik
b.      Untuk Mengetahui SPK
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika Dan Kode Etik
Etika berasal dari bahasa Yunani. Menurut etimologi berasal dari kata ETHOS yang artinya kebiasaan atau tingkah laku manusia. Dalam bahasa Inggris disebut ETHIS yang artinya sebagai ukuran tingkah laku atau prilaku manusia yang baik, yakni tindakan manusia yang tepat yang harus dilaksanakan oleh manusia itu sesuai dengan etika moral pada umumnya. Etika merupakan suatu cabang ilmu filsafat yang mengatur prinsip-prinsip tentang moral dan tentang baik buruknya suatu perilaku.
Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik professional.
Sedangkan Kode etik itu sendiri adalah suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
Kode etik merupakan norma-norma yang harus dilaksanakan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan di dalam kehidupan di masyarakat.
Maka secara sederhana juga dapat dikatakan bahwa etika adalah disiplin yang mempelajari tentang baik buruknya sikap tindakan atau perilaku.
2.2 Tujuan kode profesi adalah :
1. Untuk Menjunjung Tinggi Martabat Dan Citra Profesi
2. Untuk Menjunjung Tinggi Dan Memelihara Kesejahteraan Para Anggotanya
3. Untuk Meningkatkan Pengabdian Para Anggota Profesi
4. Untuk Meningkatkan Mutu Profesi
Di dalam pelaksanaannya penetapan kode etik IBI harus dilakukan oleh Kongres IBI. Hal ini terjadi karena kode etik suatu organisasi akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi, jika semua orang menjalankan profesi yang sama tersebut tergabung dalam suatu organisasi profesi. Hal ini menjadi lebih tegas dengan pengertian bahwa apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi maka secara otomatis dia tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan profesi. Apabila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik maka barulah ada suatu jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sangsi dalam menjalankan tugasnya.
Sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan di bantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia. Dalam organisasi IBI terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA).
2.3 Dasar Penyusunan Majelis Pertimbangan etika profesi
Dasar penyusunan majelis pertimbangan etika profesi adalah majelis pembinaan dan pengawasn etik pelayanan medis (MP2EPM), yang melliputi :
1.    Kepmenkes RI no.554/Menkes/Per/XII/1982
Memberikan pertimbangan,pembinaan dan melaksakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayana medis
2.    Peraturan pemerintah Ni.1 tahumn 1988 BAB V pasal 11
Pembinaan dan pengawasan te hadap dokterr,dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam  menjalankan profesinya di lakukan oleh menteri kesehatan atau pejabat yang di tunjuk
3. Surat keputusan menteri kesehatan no.640/Menkes/Per/X/1991,tentang pembentukan MP2EPM
Dasar majelis displin tenaga kesehatan atau MDTK adalah sebagai berikut :
1.       Pasal 4 ayat 1 UUD 1945
2.       UU no.23 tahun 1992 tentang kesehatan
3.       KEPRES tahun 1995 tentang pembentukan MDTK
            Tugas majelis disiplin tenaga kesehatan  (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standart profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
§  Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Pusat
1.      Memberi pertimbangan tentang etik dan standart profesi tenaga kesahatan kepada mentri
2.      Membina,menagembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode etik kedokteran gigi,perawat,bidan,sarjana farmasi dan rumah sakit.
3.      Menyelesaikan persoalan,menerima rujukan dan mengadakan konsultasi dengan instansi    terkait.
4.      MP2EPM pusat atas mentri yang berwenang mereka yang ditunjuk mengurus persoalan  etik tenaga kesehatan
§  Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah profensi
1.         Menerima dan member pertimbangan,mengawasi persoalan kode etik,dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait dengan persoalan kode etik.
2.         Memberi nasihat,membina dan mengembangkan serta menawasi secara aktif etik tenaga profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerjasama dengan organisasi profesi seperti IDI,PDGI,PPNI,IBI,ISFI,PRSw2
3.         Memberi pertimbangan dan saran kepada instansi terkait
4.         MP2EPM propinsi atas nama kepala kantor wilayah departemen kesehatan propinsi  berwenang memanggil mereka yang bertsangkutan dalam suatu etik profesi.
2.4 Majelis Etika Profesi Bidan
2.4.1 Pengertian Majelis Etika profesi
 Pengertian majelis etika profesi merupakan  badan perlindungan hokum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hokum.Realisasi Majelis Etika Profesi Bidan (MPEB) Majelis pembelaan Anggota (MPA)
Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma,etika,dan agama.tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik  etik,maka di perlukan wadah  untuk menntukan standar profesi,prosedur yang baku dan kode etik yang di sepakati, maka perlu di bentuk Majelis Etika Bidan,yaiti MPEB dan MPA.
Tujuan dibentuknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada Bidan dan penerima pelayanan.
2.4.2 Unsur-Unsur Majelis Pertimbangan Etika Bidan
MPEB Merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum.
Latar belakang dibentuknya Majelis Pertimbangan Etika Bidan atau MPEB adalah adanya unsure-unsur pihak-pihak terkait :
1.       Pemeriksa pelayanan untuk pasien
2.       Sarana pelayanan kesehatan
3.       Tenaga pemberi pelayanan yaitu bidan
2.4.3 Tujuan MPEB
*   Tujuan Pembentukan MPEB
Tujuan dibentiknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima pelayanan.
Dengan kata lain, untuk memberikan keadilan pada bidan bila terjadi kesalahpahaman dengan pasien atas pelayanan yang tidak memuaskan yang bisa menimbulkan tuntutan dari pihak pasien. Dengan catatan, bidan sudah melakukan tugasnya sesuai dengan standar kompetensi bidan dan sesuai dengan standar praktek bidan
*   Tujuan Keberadaan MPEB
1.      Meningkatkan Citra IBI dalam meningkatkan Mutu Pelayanan yang diberikan.
2.      Terbentuknya lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap kode etik bidan Indonesia.
3.      Meningkatkan Kepercayaan diri anggota IBI
4.      Meningkatkan kepercayaan msyarakat terhadap Bidan dalam memberikan Pelayanan.
2.4.4 Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi :
·      Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standart profesi pelayanan bidan(kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002
·      Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang teknis dan pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktik bidan sesuai denagan Standart Praktik Bidan, Standart Profesi dan Standart Pelayanan Kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan.
·      Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan
·      Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang um kesehatan, khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik biadan.
       2.4.5 Penorganisasian majelis etik kebidanan, adalah sebagai berikut:
·      Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisai yang mandiri, otonom, dan non structural.
·      Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat
·      Majelis etik kebidanan pusat berkedudukan di ibukota Negara dan majelis etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.
·      Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris
·      Jumlah anggota masing-masing terdiri daei lima orang
·      Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selam tiga tahun dan sesudahnya,jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku, maka anggota gersebut dapat dipilih kembali
·      Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh menteri kesehatan
·      Susunan organisasi majelis etik kebidanan tediri dari:
1. Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan dibidang hokum
2. Sekretaris merangkap anggota
3. Anggota majelis etik bidan
2.4.6 Tugas MPEB
MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pengurus inti dalam IBI tingkat nasional. MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.
DPEB dan MPA memiliki tugas antara lain :
1. Mengkaji
2. Menangani
3.  Mendampingi anggota yang mengalami permasalahan dalam praktek kebidanan yang berkaitan dengan permasalahan hukum.
Dalam menjalankan tugasnya, sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan dibantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia.
Tugasnya secara umum ialah :
1. Merencanakan Dan Melaksanakan Kegiatan Bidang Sesuai Dengan Ketetapan Pengurus Pusat.
2.  Melaporkan Hasil Kegiatan Di Bidang Tugasnya Secara Berkala.
3.    Memberikan Saran Dan Pertimbangan Yang Perlu Dalam Rangka Tugas Pengurus Pusat.
4. Membentuk Tim Teknis Sesuai Kebutuhan,Tugas Dan Tanggung Jawabnya Ditentukan Pengurus.
Tugas majelis etik kebidanan adalah sebagai berikut:
·      Meneliti dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standart profesi yang dilakukan oleh bidan
·      Penilaian didasarkan atas prmintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan
·       Permohonan secara tertulis dan disertai data-data
·      Keputusan tingakt propinsi bersifat final dan bias konsul ke majelis etik kebidanan pada tingkat pusat
·      Siding majelis etik kebidanan paling lambat tujuh hari, stelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding menghadirkan dan meminta keterangan dari bidan dan saksi-saksi
·      Keputusan paling lambat 60 hari,dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwewenang
·      Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI ditingkat profensi
2.4.7 Peran
Majelis Pertimbangan Etika Bidan ( MPEB ) dan Majelis Pembelaan anggota ( MPA ) secara internal berperan memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.
2.4.8 Fungsi
Dewan Pertimbangan Etika Bidan ( DPEB ) dan Majelis Pembelaan Anggota ( MPA ) memiliki fungsi antara lain :
1.  Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidan sesuai dengan ketetapan Pengurus Pusat
2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai dengan bidang dan tugasnya secara berkala
3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas Pengurus Pusat
4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan kebutuhan.
2.5 Badan Konsil Kebidananan
Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga saat ini belum terbentuk badan konsil kebidanan.Secara konseptual badan konsil merupakan badan yang terbentukn daalm rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.Konsil kebidanan Indonesia merupakan lembanga otonom dan independen bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala Negara.
1.       Tugas badan konsil kebidanan
a.       Melakukan registrasi tenaga bidan.
b.      Menetapkan standart pendidikan bidan.
c.       Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.      Melakukan pembinaan terhadap pelanggaran praktik kebidanan.
Konsil kebidanan Indonesia berfungsi mengatur,menetapkan serta membina tenaga bidan yang menjalakan prktik kebidanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
               
2.       Wewenang badan konsil  kebidanan meliputi :
a.       Menetapkan standart kompetensi bidan
b.      Menguji persyaratan registrasi bidan
c.       Menyetujui dan menolak permohonan registarsi
d.      Menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi
e.       Menetapkan tehniologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia
f.       Melakukan pembinaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi  yang  ditetapkan oleh organisasi profesi
g.       Melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sanksi yang dikenakan oleh organisasi profesi
3.       Keanggotaan konsil kebidanan:
a.       Dari unsure departemen dua orang
b.      Lembaga konsumen 1 orang
c.       Bidan 10 orang
d.      Organisasi profesi terkait 4 orang
e.      Ahli hukum 1 orang
4.       Persyaratan anggota konsil:
a.       Warga Negara Indonesia
b.      Sehat jasmani dan rohani
c.       Berkelakuan baik
d.      Usia sekurangnya 40 tahun
e.      pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun
f.        memiliki moral etika tinggi
5.       keanggotaan konsil berhenti karena:
a.       Berakhir masa jabatan sebagai anggota
b.      Meninggal dunia
c.       Mengundurkan diri
d.      Bertempat tinggal diluar wilayah republic Indonesia
e.      Gangguan kesehatan
f.        Diberhentikan karena melanggar aturan konsil
6.       Mekanisme tatakerja konsil:
a.       Memelihara dan menjaga registrasi bidan
b.      Mengadakan rapat pleno, dikatakan sah apabila dihadiri separuh ditambah 1  unsur pimpinan harian
c.       Rapat pleno memutuskan:
1)      Menolak permohonan registrasi
2)      Membentuk sub-sub komite dan anggota
3)      Menetapkan aturan dan kebijakan
d.      Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat kali dalam setahun
e.      Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan etik profesi
f.        Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil
2.6 SPK (Standar Pelayanan kebidanan)
Aspek perlindungan hukum bagi bidan di komunitas, PP - IBI telah membuat standar praktek dan standar operating procedure untuk pelayanan kebidanan. Sedangkan tanggung jawab dan kewenangannya diatur dalam Per Menkes.
1.      Pengertian
Norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang dinginkan
2.      Syarat Standart
a. Dapat diobservasi dan diukur
b. Realistik
c. Mudah dilakukan dan dibutuhkan
3.      Pengenalan Standart Pelayanan Kebidanan
Standart pelayanan kebidanan digunakan untuk menentukan kompetensi yg diperlukan bidan dlm menjalankan praktik sehari-hari. Standart pelayanan kebidanan juga dapat digunakan untuk :
a. Menilai mutu pelayanan
b. Menyususn rencana diklat bidan          
c. Pengembangan kurikulum pendidikan bidan
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan.
Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari.
Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan.
Maka, ketika audit terhadap pelayanan kebidanan dilakukan, kekurangan yang berkaitan dengan hal-hal tersebut akan ditemukan sehingga perbaikannya dapat dilakukan secara lebih spesifik.
Adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan keluarga & masyarakat.
A.      STANDAR I : FALSAFAH DAN TUJUAN

Pengelolah pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosolfi dan tujuan pelayanan serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pelayanan yang efektif dan efesien.
Definisi operasional
a.       Pengelolah pelayanan kebidanan memiliki visi,misi,dan filosofi pelayanan kebidanan yang mengacu pada visi,misi,dan filosofi masing-masing.
b.      Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando,fungsi,dan tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan unit lain dan disahkan oleh pemimpin.
c.       Ada uraian yang tertulis setiap tenagga yang ad pada organisasi yang disahkan oleh pemimpin.
d.      Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenagga yang menduduki jabatan pada organisasi yang disahkan oleh pemimpin kita
B.      STANDAR II : ADMINISTRASI & PENGELOLAHAN

Pengelolahan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolahan pelayanan, standar pelayanan prosedur tetap,dan pelakasanaan kegiatan pengololaan pelayanan yang kondusif yang memungkinkian terjadinya praktik pelayanan akurat.
Definisi operasional.
a.       Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit peleyanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan
b.      Ada standar pelayanan yang di buat mengacu pada pedoman standar alat,standar ruangan,standar ketangan yang telah disahkan oleh pimpinan.
c.       Ada prosedur tetap untuk setiap jejenis kegitan atau tindakan  yang disahkan oleh pimpinan.
d.      Ada rencana / program kerja di setiap insitusi pengololaan yang mengacu keinsitusi induk
e.       Ada bukti tertulis terselanggaranya pertemuan berkala secara teratur di lengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
f.       Ada naskah kerja sama, program praktik dari institusi yang menggunakan latihan praktik , program, pengajaran klinik, dan penilaian klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku registrasi.
C.      STANDAR III : STAF DAN PIMPINAN

Pengelolah pelayanan kebidanan mempunyai program pengelolaan sumber daya manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efesien.
Definisi Operasional
a.       Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan .
b.      Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
c.       Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap perunit yang menduduki tanggung jawab dan kemampuan yang dimiliki oleh bidan.
d.      Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualisifikasi minimal selaku kepala ruangan jika kepala ruangan berhalangan bertugas.
e.       Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
D.      STANDAR IV : FASILITAS DAN PERALATAN

Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi Operasional
a.       Tersedia peralatan yang dengan standar yang dan ada mekanisme keterlibatan bidan dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana.
b.      Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas barang.
c.       Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.
d.      Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
E.       STANDAR V : KEBIJAKSANAAN DAN PROSEDUR

Pengelola pelayanan mempunyai kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi Operasional
a.       Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayananan yang disahkan oleh pimpinan.
b.      Ada prosedur personalia penerimaan pegawai kontrak kerja, hal dan kewajiban personalia.
c.       Ada personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit, dan lain-lain.
d.      Ada prosedur pembinaan pegawai.
F.       STANDAR VI : PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi Operasional
a.       Ada program pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.
b.      Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
c.       Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.
G.      STANDAR VII : STANDAR ASUHAN

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/ manajemen kebidanan yang ditetapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Definisi Operasional
a.       Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kebidanan.
b.      Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik.
c.       Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
d.      Ada diagnosis kebidanan.
e.       Ada rencana asuhan kebidanan
f.       Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.
g.      Ada evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan.
h.      Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan
H. STANDAR VIII : EVALUASI & PENGENDALIAN MUTU

Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Definisi Operasional
a.       Ada program atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan.
b.      Ada program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian terhadap standar asuhan kebidanan.
c.       Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan/pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.
d.      Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.
e.       Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan.
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Majelis Etika Profesi merupakan badan perlindungan hokum terhadap para bidab sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi pemyimpangan hukum.
Realisasi majelis etika profesi bidab adalah dalam bentuk MPEB (Majelis Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis Pembelaan Anggota).
Majelis Pertimbangan Etika Bidan ( MPEB ) dan Majelis Pembelaan anggota ( MPA ) secara internal berperan memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.
Dewan Pertimbangan Etika Bidan ( DPEB ) dan Majelis Pembelaan Anggota ( MPA ) memiliki fungsi antara lain :
1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidan sesuai dengan ketetapan Pengurus Pusat.
2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai dengan bidang dan tugasnya secara berkala
3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas Pengurus Pusat
4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan
3.2    Saran
Dalam upaya mendorong profesi keperawatan dan kebidanan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan / kebidanan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya.
 Dengan demikian perawat atau bidan yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan atau kebidanan
DAFTAR PUSTAKA
Sofyan Mustika.2006.50 Tahun IBI (Bidan menyongsong masa depan).PP IBI : Jakarta
Syarifudin.2009.Kebidanan Komunitas.EGC : Jakarta
Marimbi Hanum.2008.Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan.Buku Kesehatan.Mitra Cendekia: Yogyakarta
Mustika,S.S.2004.50 Tahun Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta:Pengurus Pusat IBI
Musdir Wastidar (2003).Etika dan Kode Etik Kebidanan.Jakarta:Pengurus Pusat IBI
http://anthogoodwill.blogspot.com/
http//majelis-pertimbangan-etika-bidan-mpeb.html